Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kata Tak Tersampaikan, Belajar Percaya diri dari Hotman Paris

27 Maret 2025   19:22 Diperbarui: 27 Maret 2025   19:22 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hotman Paris Hutapea, Kepercayaan Diri adalah kekuatannya  (Foto-Kompas.com)

Ada masa ketika kita begitu ingin bicara, namun mulut tak mampu berkata. Kata-kata berputar di kepala, logika tersusun, niat menyala---tapi saat waktunya tiba, semuanya gugur tanpa perlawanan. 

Hening. Kosong. Yang tersisa hanya gumaman di dalam hati: "Tadi harusnya aku bilang..."

Kesulitan mengungkapkan isi pikiran bukan hanya perkara kurang kosa kata. Ini lebih dalam. Ini tentang perasaan tidak cukup. Tentang keyakinan yang goyah, bahwa barangkali pendapat kita tidak penting, atau tidak sebanding dengan kecerdasan orang lain.

Sebagai anak muda yang tumbuh dalam budaya serba sopan, kadang kita terjebak dalam kebiasaan menahan diri. Kita diajarkan diam lebih baik daripada salah ucap. Kita ditekankan untuk menunggu giliran, dan giliran itu sering kali tak pernah datang.

Padahal, dunia hari ini tidak sedang menunggu orang yang paling benar. Dunia sedang menunggu mereka yang berani menyampaikan pikirannya---dengan sadar, dengan percaya, dan dengan kejujuran.

Di titik inilah saya belajar dari sosok yang tak terduga " Hotman Paris Hutapea ".

Ia bukan motivator. Ia bukan filsuf. Ia adalah pengacara flamboyan yang dikenal karena gaya bicara ceplas-ceplos, penuh gestur, dan kerap dianggap kontroversial. Tapi, di balik semua itu, ia menyimpan satu kualitas penting  percaya diri.

Hotman tidak menunggu validasi sebelum berbicara. Ia tidak menyimpan isi kepalanya dalam ruang sunyi. Ia hadir di ruang publik dengan kesadaran penuh bahwa setiap pemikiran, jika disampaikan dengan tegas dan logis, layak untuk didengar---meski belum tentu disetujui.

Tentu, kita tidak perlu meniru gaya jas mencolok atau cincin berlian di sepuluh jari. Tapi dari Hotman, kita bisa memetik pelajaran tentang otentisitas: menjadi diri sendiri saat menyampaikan ide. Dan tentang keberanian: berbicara meski tahu akan ada yang tidak setuju.

Di dunia yang penuh perbedaan sudut pandang, benar atau salah sering kali adalah soal perspektif. Kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk melihat dari lensa yang sama. Namun, bukan berarti kita kehilangan hak untuk menyampaikan isi hati dan isi pikiran.

Dan menyampaikan isi pikiran pun butuh seni. Bukan sembarangan meledakkan emosi, bukan mengalirkan kata seperti Sungai Ciliwung yang meluap di musim hujan hingga membawa banjir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun