Kok telat ya, baru tahu? Premanisme sudah ada di sekitar kita puluhan tahun, menjalar seperti jamur di musim hujan. Sekarang baru viral? Sekarang baru ribut?Â
Bukankah sejak dulu kita sudah melihat, mengalami, bahkan hidup berdampingan dengan premanisme? Bukankah sudah banyak korban, sudah banyak yang berteriak tapi suara mereka tenggelam dalam ketakutan dan apatisme?Â
Atau mungkin kita semua memang sengaja pura-pura tidak tahu?
Coba lihat ke belakang. Sudah berapa lama kita membiarkan sistem ini berjalan tanpa perlawanan? Bekerja di mana saja, ada jatah preman. Mau buka warung, ada yang datang minta 'uang keamanan.' Mau berdagang di pasar, ada pungutan 'retribusi tak resmi.' Sopir angkot? Harus setor. Ojek pangkalan? Jangan berani-berani ambil penumpang di wilayah mereka tanpa izin. Semua serba preman.
Mau masuk kerja pabrik? Tunggu dulu. Kalau tidak kasih setoran ke 'pengurus,' jangan harap dapat tempat. Lucunya, yang meminta setoran ini juga bekerjasama dengan preman di dalam pabrik.Â
Sistemnya rapi, seperti bisnis franchise, hanya saja modalnya bukan uang, tapi intimidasi. Kita yang hidup di bawah, yang harus cari makan dengan keringat sendiri, tetap saja dijadikan sapi perah oleh mereka yang menguasai akses dan kekuatan.
Tapi ya begitulah. Kita semua sudah lama tahu. Kita hanya pura-pura tidak melihat, pura-pura sibuk, pura-pura tidak punya waktu untuk peduli.Â
Dan justru karena kita pura-pura tidak tahu itu, maka sang preman semakin berani. Mereka tahu tidak akan ada yang melawan, mereka paham bahwa ketakutan lebih menguasai kita daripada keberanian.Â
Kita sibuk berpura-pura tidak tahu, sementara mereka sibuk memperluas wilayah, memperkuat sistem, menguasai sektor demi sektor.
Premanisme tidak hanya ada di jalanan. Mereka bukan hanya orang-orang berbaju hitam yang berdiri di sudut gang, tetapi juga mereka yang duduk di ruang ber-AC, yang menekan tombol persetujuan, yang bermain-main dengan regulasi, yang dengan santai menata sistem agar keuntungan hanya mengalir ke kelompok mereka. Premanisme naik kelas.Â
Sekarang preman tidak perlu mengancam dengan pisau atau botol minuman, cukup dengan tanda tangan atau kebijakan.