Peran Bank Daerah dalam Perekonomian Lokal
Kasus dugaan korupsi di Bank BJB mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kediaman Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat.Â
Penggeledahan ini terkait penyelidikan atas dugaan penyimpangan dalam pengadaan iklan yang dilakukan oleh Bank BJB (PT. Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Tbk). Tindakan ini menjadi titik awal terbongkarnya jaringan kepentingan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat daerah.Â
Skandal ini kembali menegaskan bahwa bank daerah masih rentan terhadap intervensi politik yang berpotensi merugikan keuangan negara dan masyarakat.
Bank Pembangunan Daerah (BPD) idealnya berfungsi sebagai penggerak ekonomi daerah, mendukung usaha kecil dan menengah, serta membiayai proyek strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Â
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak BPD justru menjadi bagian dari kepentingan politik lokal, sehingga pengelolaannya rentan terhadap berbagai penyimpangan.Â
Skandal dugaan korupsi di Bank BJB menjadi salah satu contoh bagaimana intervensi politik dalam BPD dapat berujung pada kasus penyalahgunaan dana.
Struktur dan Pengelolaan Bank Daerah
Secara teori, BPD adalah perusahaan daerah yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.Â
Pengelolaannya seharusnya mengikuti prinsip good corporate governance (GCG) yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan independensi dari kepentingan politik.Â
Namun, dalam praktiknya, kepemilikan saham oleh pemerintah daerah membuat bank ini rentan terhadap campur tangan politik.