Jika bicara soal efisiensi, tentu kita tidak bisa mengabaikan tokoh yang satu ini---Raffi Ahmad. Dari bintang iklan kopi sachet hingga Utusan Khusus Presiden untuk Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, perjalanan karier Raffi benar-benar mencerminkan efisiensi dalam segala aspek. Tanpa repot-repot naik jenjang birokrasi, langsung lompat ke lingkaran kekuasaan.
Efisiensi dalam Karier dan Gaya Hidup
Namun, dalam konteks efisiensi, ada satu pelajaran menarik yang bisa diambil dari cara Raffi menjalani kariernya. Efisiensi bukan hanya soal memangkas anggaran, tetapi bagaimana melakukan sesuatu dengan lebih cerdas dan efektif. Raffi menunjukkan bahwa keberhasilan tidak selalu harus melalui jalur panjang dan rumit---ada cara instan yang lebih praktis.
Lihat saja iklan kopi yang diperankannya. Apakah ia mengajak kita menikmati kopi mahal di Starbucks, Janji Jiwa, atau Excelso? Tidak. Ia menawarkan solusi sederhana yang lebih hemat dan praktis: kopi sachet. Sekali sobek, tuang, aduk, selesai. Inilah contoh konkret efisiensi---hasil yang sama, tetapi dengan biaya yang jauh lebih murah dan cara yang lebih mudah.
Efisiensi dalam Kebijakan Publik
Dibandingkan dengan pejabat lain yang masih sibuk membangun citra dan menyusun program yang entah kapan terwujud, Raffi langsung turun dengan gaya khasnya: cepat, simpel, dan diterima publik tanpa banyak pertanyaan. Sama seperti kopi sachet, ia hadir di mana-mana, dari layar kaca hingga kebijakan negara.
Lalu, apakah konsep efisiensi ini juga berlaku di sistem pemerintahan? Jika kita benar-benar menerapkan gaya efisiensi ini, tentunya triliunan rupiah bisa dihemat. Acara rapat di kafe bisa dihilangkan, cukup di kantor dengan modal kopi sachet---pas untuk rapat berjam-jam.
Hotel bintang lima lupakan, cukup rapat di aula dengan sajian ubi, singkong, kacang kapri, dan kedelai---semua itu hasil produksi petani kita sendiri, 100% produk lokal! Masih dengan filosofi Efisiensi Ala Raffi Ahmad. Jika iya, mungkin kita bisa berharap bahwa program-programnya juga akan seperti kopi sachet, murah, mudah dijangkau, dan bisa langsung dinikmati tanpa prosedur panjang.
Bayangkan jika birokrasi negara bisa sesimpel membuat kopi instan---cukup sobek aturan yang berbelit, tuang kebijakan yang jelas, aduk dengan koordinasi yang cepat, dan rakyat bisa langsung merasakan manfaatnya. Jika kita mau lebih serius, Work From Home (WFH) bisa diterapkan 50%:50%.
Melayani rakyat tidak harus bertemu langsung---cukup frontliner yang bertugas di kantor, sementara yang lain tetap produktif dari rumah. Selain meningkatkan fleksibilitas kerja, ini juga berpotensi mengurangi beban lalu lintas di kota-kota besar. Ini bukan lelucon---banyak negara maju sudah menerapkan Mobile Flexible Work (MFW) sebagai strategi efisiensi.
Surat-menyurat pun bisa menghemat anggaran hingga 95%! Cukup 5% saja untuk kebutuhan mendesak, karena semua bisa dilakukan melalui email atau WhatsApp.