Deddy Corbuzier di Kemenhan Dari Podcaster ke Pengendali Opini Publik
Penunjukan Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan menandai langkah baru dalam strategi komunikasi publik Kemenhan. Dengan latar belakang sebagai podcaster dan influencer dengan jangkauan luas, kehadiran Deddy dipandang sebagai upaya pemerintah dalam mengelola narasi kebijakan pertahanan agar lebih mudah dipahami masyarakat.
Langkah ini bukan sekadar pencitraan, tetapi juga strategi menghadapi perang opini yang semakin tajam di era digital. Deddy diharapkan dapat menjembatani kebijakan pertahanan dengan masyarakat luas, menghadapi disinformasi, serta memastikan transparansi komunikasi yang lebih efektif dalam menghadapi dinamika geopolitik dan pertahanan nasional.
Peran Strategis dalam Komunikasi Pertahanan
Sebagai Staf Khusus di bidang komunikasi publik, Deddy diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan literasi pertahanan, mengelola opini netizen, serta membangun diplomasi pertahanan melalui media.
Kritik terhadap anggaran pertahanan, modernisasi alutsista, dan perekrutan Komcad sering kali berkembang liar di media sosial, menjadi medan perang opini yang sulit dikendalikan. Dalam konteks ini, peran Deddy tidak hanya sebatas menyampaikan informasi, tetapi juga memastikan kebijakan pertahanan dapat dipahami masyarakat tanpa distorsi.
Tantangan dalam Menangkal Trial by Netizen
Keberhasilan Deddy akan sangat bergantung pada sejauh mana Kemenhan memberi ruang bagi inovasi komunikasinya. Jika ia hanya dijadikan alat pencitraan, efektivitasnya akan terbatas.
Sebaliknya, jika diberi wewenang untuk memahami strategi pertahanan dan menyusun narasi berbasis fakta, ia bisa menjadi instrumen penting dalam menangkal trial by netizen serta hoaks yang sering kali melemahkan kredibilitas institusi pertahanan.
Selain membangun komunikasi publik yang kuat, tantangan terbesar Deddy adalah bagaimana mengelola konflik digital, terutama dalam menghadapi gelombang opini liar yang bisa memperkeruh kebijakan strategis.
Menakar Efektivitas Strategi Komunikasi: Netizen vs Kebijakan Publik