Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menafsirkan Keguritaan Politik Uang

29 Desember 2021   07:36 Diperbarui: 29 Desember 2021   07:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Abdul Wahid

Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis Buku

Manusia menyukai uang itu sejalan dengan kehidupannya, sehingga kalau muncul dalam momen tertentu seperti pesta demokrasi, hanyalah sekedar sampel yang mengindikasikan kalau uang, termasuk kasus politik uang sudahlah menggurita dalam kehidupannya, baik dalam hidup bernegara maupun bermasyarakat.

Kita dapat membaca dengan lebih jelas, bahwa sebagian besar rakyat telah terbiasa dengan praktik (politik uang) ini dalam proses-proses politik yang terjadi yang dilakukan secara langsung, baik untuk memilih kepala desa, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, maupun gubernur/wakil gubernur. Padahal, salah satu pertimbangan dilakukannya pemilihan langsung adalah agar praktik politik uang bisa diminimalisir. Bahkan dalam demokrasi langsung sebagaimana yang terjadi selama ini, praktik politik uang menjadi semakin tak dapat dikendalikan.

ironisnya lagi, berbagai peraturan perundang-undangan yang melarang praktik haram ini, seolah dibuat hanya untuk melanggar.  atau norma yuridis dibuat seolah sebatas instrument suapaya terkesan ada dan kita punya pegangan.

Praktik politik uang dalam setiap perhelatan politik tersebutlah yang kemudian menyebabkan masyarakat tidak bisa membedakan antara penyelenggaraan mekanisme politik dengan politik uang. Singkatnya, terbangun pandangan umum bahwa politik uang dalam setiap kompetisi politik adalah sebuah keharusan. Inilah yang kemudian menyebabkan semacam pandangan bahwa seolah terdapat empat faktor yang sangat berpengaruh dalam proses kompetisi politik, yaitu: uang. Uang telah dijadikan sebagai tujuan, sehingga terbentuk menjadi "tuhan kontemporer".

Dalam dimensi politik yang menurut istilah Sirozi El-Manaf  sudah sampai ke "supra hegemonik, berat sekali  mengidealkan kekuatan religiusitas mampu mengalahkan dan menyingkirkan kepentingan uang, karena paradigma yang digunakan oleh masyarakat telah menempatkan politik sebagai "mesin uang". Dalam tataran demikian, agama tidak lebih hanya sebagai kekuatan simbol yang kehilangan makna karena dikalahkan oleh rezim uang yang demikian superior.

Dalam dimensi lain, Abdul Aziz  menyebut, bahwa dalam kasus Indonesia, kenyataan menunjukkan, birokrasi merupakan salah satu sarang utama praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negeri ini. Di tingkat opini publik pun menyatakan demikian. Tidak heran, jika berbagai penilaian negatif acapkali dialamatkan kepada birokrasi. Misalnya, birokrasi dikatakan suka melakukan pungutan liar {pungli) dan gemar melakukan suap-menyuap, sehingga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) bagi masyarakat pengguna jasa birokrasi. {Aziz, 1995}

Dalam ranah itu para pejabat di dalamnya pun banyak sekali yang hobi korupsi, mempermainkan proyek pembangunan,  "sunat" sana "sunat" sini, dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya. Birokrasi kerap pula dituding tidak profesional, suka menunda-nunda pekerjaan, lamban, kaku, berbelit-belit, tidak responsif, kurang bertanggung jawab, dan tidak produktif

Selain itu, partai politik tidak siap menyediakan kader-kader handal, baik sebagai calon maupun sebagai relawan yang mau bekerja secara militan untuk mensosialisasikan calon-calon yang diajukan oleh partai. Dengan demikian, calon-calon yang maju kemudian melakukan cara-cara instan dan praktis untuk menggerakkan rakyat yang memiliki hak pemilih untuk memberikan hak pilihnya.

Kebiasaan tidak benar dalam dunia politik yang menjadikan uang sebagai senjata atau bagian dari mesin politik, diantaranya yang menjadikan MK diduga terkena atau "tersandung" problem suap yang berkaitan dengan pemiluka (Pemilihan Umum Kepala Daerah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun