Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Virus Hipokrisi Masih Menodai

30 Oktober 2021   11:07 Diperbarui: 30 Oktober 2021   11:14 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Abdul Wahid

Pengajar Universitas Islam Malang dan Penulis buku

Di negara ini masih gampang dijumpai atau berkeliaran sejumlah oknum. Mereka ini ada di bilik-bilik birokasi atau kantornya  masing-masing. Mereka memang mendapatkan tugas dari negara sesuai dengan norma peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, akan tetapi dibalik itu masih berani atau nekad melakukan suatu jenis perbuatan yang terlarang.

Mereka itu kumpulan orang-orang pintar, yang tidak sedikit diantaranya pham soal norma yuridis. Mereka bahkan ada yang fasih dan menjadi orang keperceyaan negara untuk menjalankan atau menegakkan hukum, tetapi dalma faktnya  mereka memilih jadi pembangkang. Mereka ini juga bernyali besar dalam melakukan pembangkangannya, yang dibuktikan dengan berani menghadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Oknum-oknum seperti  itu berani menerima dana ilegal sebagai imbas dari mentalitas hipokrisi yang ditasbihkannya. Mereka bangga bisa menjalani dan menikmati jalur kemunafikan, yang mengesankan bahwa kemunafikan mmerupakan kenikmatan atau kebahagiaan tersendiri.

Tanpa keberdayaan dan keberjayaan mentalitas sakit (hipokrisi) ini, tak akan mungkin mereka berani dan tega mempermainkan atau menyumbat mengalirnya norma moral dan agama. Baginya barnagkali, yang menguntungkan adalah kemunafikan, karena kemunafikan ini diasumsikan atau ditahbiskan sebagai bagian dari jantung strategis yang bisa mengalahkan dan melumpukan  lainnya.  

Kita demikian sering dihadapkan dengan berjenbis-jenis malapraktik profesi akibat ulahnya para pihak yang mendewakan hipokrisi.  Malapraktik profesi tidak akan sampai dijadikannya sebagai opsi nekadnya kalau dalam dirinya tidak terserang oleh penyakit keserakahan dan kultur anomali strukturalistik yang menguasainya.

Keserakahan itu, seperti ungkapan Ghulam Keliat (2009), akar utama segala bentuk kebobrokan  dan menyebarnya berbagai bentuk penyakit moral serius yang menjangkiti bangsa.Budaya hipokrisi yang digerakkan oleh mesin-mesin  yudisial itu akan tetap terus menggelinding dari generasi ke generasi atau menjadi semacam parasit di tubuh instititusi birokrasi dan manajemen penegakan hukum, selama tidak ada keberanian dari nahkodanya untuk melakukan reformasi secara total.

Parasit hipokrisi ini dapat mengancam dan bahkan menghambat cita-cita terkonstruksinya pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan mengabdi pada pencari keadilan. Virus ini tidak bisa dianggap ringan dan sekedar penyakit ringan, karena akibatnya bisa menodai konstruksi kehidpan negara hukum sekarang dan masa mendatang.

"Kalau orang kecil berdusta, maka dustanya tidak banyak mengandung bisa (racun) bagi orang lain, tapi kalau yang berdusta orang berpangkat atau berkedudukan mapan, maka bisanya bisa menjalar kemana-mana, bisa menggerogoti dan merapuh negara, bahkan bisa membuat negara tinggal jadi tuyang-tuyang" demikian pernyataan budayawan AM Rahman  (2010)

Pernyataan tentang deskripsi pelanggaran norma  yang sejatinya tidak berbeda dengan pernyataan Plato, bahwa jika penyelenggara kekuasaan lebih menyukai model pemerintahan tidak bersih dan "serba abu-abu", maka mereka pastilah tidak perlu memanglimakan hukum untuk mengawal rezim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun