Idealitasnya di negara seperti Indonesia yang sangat pluralistik, termasuk dalam bidang keagamannya ini, setiap bentuk kepentingan pragmatis dan berpola atau berkarakter egoisme sektoral wajib dikalahkan oleh persaudaraan kemanusiaan dan kerakyatan yang purifikan.Â
Egoisme tidak boleh menjadi virus atau dikembangkan jadi penyakit mengerikan yang membuat konstruksi social kemanusiaan jadi rusak dan porak poranda.
"Tidak disebut beriman diantara kalian, sehingga mencintai saudaranya sebagaimana kalian mencintai diri sendiri", demikian sabda Nabi Muhammad SAW, yang mengingatkan kesejatian dimensi teologi kemanusiaan adalah ditentukan lewat pembumian dan pemberdayaan cinta kepada sesama.Â
Kata "sesama" dalam hadis ini menunjukkan kuatnya posisi manusia dalam konstruksi kualitas keimanan  setiap subyek beragama.
Sementara cinta kepada sesama ini barulah bermakna jika dosisnya tidak sederajat dengan nilai penghormatan terhadap dirinya sendiri. Cinta pada sesama ini merupakan "proyek" istimewa yang membuat setiap orang yang menyebut beriman layak mendapatkan derajat tinggi keimanannya.
Umumnya manusia itu bisa menunjukkan empati dan cintanya kepada orang lain  tidak seadil dan seagung ketika memuliakan atau memperlakukan dirinya.Â
Penghormatan atau "pemanusiaan" diri sendiri lebih diistimewakan dibandingkan penghormatan atau "pemanusiaan" yang dilabuhkan kepada manusia lain.
Diantara kita sering lupa atau sengaja melupakannyabahwa pemanusiaan diri sejatinya hanya bisa diwujudkan dengan cara memanusiakan orang lain.Â
Semakin banyak kita memuliakan orang lain, maka semakian tampaklah atmosfir kehidupan yang mendamaikan dan menghadirkan banyak keadaban dimamana-mana.
Ketika di masyarakat masih tampak atmosfir ketidakadaban atau ketidakharmonisan, maka setidaknya ini mengindikasikan, bahwa Gerakan pemanusiaan diri dan orang lain belum berjalan dengan baik.
Itulah yang menjadikan kesenjangan masih terjadi dan tampak sulit teratasi, kecuali manusia itu sudah menjatuhkan opsi persaudaraan sucinya dengan menempatkan sesamanya sebagai pemegang kunci kesempurnaan keimanan.Â