Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Audiensi dalam Cahaya

30 Juli 2021   17:53 Diperbarui: 30 Juli 2021   18:17 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Abdul Wahid

Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis buku

Berusaha merebut tempat terbaik di sisi Tuhan, atau pencarian kepuasan batin dalam diri setiap orang tidak selalu sama. Hak setiap orang untuk mencari cahaya Tuhan yang bisa menyinari dirinya. Hak setap orang pula untuk tidak atau belum merasa puas dengan satu ritualitas dan membutuhkan cahaya lain yang dianggap sebagai cahaya yang lebih mampu memberikan terang bagi diri dan kehidupannya.

Itulah yang menggambarkan bahwa suasana atu atmosfir batin setiap orang bisa berebda-beda. Karena kekuatan yang membentuknya juga tidak selalu sama. Logis jika kemudian ada yang berani mengorbankan banyak hal dalma hidupnya, termasuk apa yang sudah diraihnya demi mencari dan berusaha mendapatkan cahaya yang dianggapnya mampu membuat hidupnya bercahaya.

Mantan selebiriti kenamaan asal Holliwood Ricard Gere pernah melakukan pengembaraan spiritualitas setelah merasa bahwa apa yang dijalani dan diraihnya di puncak populeritas karier dan kekayaan yang melimpah, ternyata tidak mampu membuatnya bisa hidup tenang. Ia memang punya agama, tetapi dirinya merasa tidak beragama. Akhirnya Gere mencoba mencari kepuasan spiritualitas dengan cara mengasingkan diri dari keramaian dan memilih tinggal di sebuah Vihara di India.

Pencarian kepuasan spiritualitas yang dilakukan Gere itu memakan atau membutuhkan pengorbanan yang mahal untuk standar duniawi. Pengorbanannya bukan hanya pengasingan dari keramaian, tetapi juga penghibahan kekayaannya ke yayasan sosial dan menceraikan isterinya. Gere melakukan ini, karena merasan apa yang diraihnya selama ini dianggap telah jadi penyebab terjadinya kekosongan spiritualitas dalam dirinya, atau dirinya belum tergolong manusia yang bersujud.

Opsi Gere itu punya satu kesamaan akar masalah manusia zaman milenial, bahwa kepentingan dunia yang diburu Gere telah membuatnya harus menjatuhkan pilihan yang sulit. Kalau Gere menjatuhkan opsi dengan mengorbankan isterinya, maka tidak sedikit diantara kita sekarang rentan atau mudah mengorbankan (membantai) orang lain untuk memuaskan kekosongan psikologisnya. Gere mencoba menjadi "manusia yang lebih baik, sementara Ryan tergeincir jadi manusia pembantai".

Kasus pencarian atau perburuan cahaya tersebut menggambarkan tentang problem riil penderitaan psikologis atau alinasi kejiwaan yang dapat mengakibatkan seseorang bisa tergelincir melakukan pilihan abnormal dan merugikan hak-hak kesehatan, ketenangan, dan keberlanjutan hidup manusia lain.

 Siapapun orangnya yang hidupnya ditasbihkan atau di-sujud-kan bukan untuk Tuhannya, maka dirinya sulit menyelamatkan dari kemungkinan terjerumus dalam melahirkan dan memproduk petaka atau keprihatinan  sosial. Manusia menerima resiko tersendiri atas apa yang diperbuatnya yang modus perbuatannya ini memang meninggalkan cahaya yang seharusnya memberikan kekuatan benderang dalam hidupnya.

Ragam penderitaan (penyakit) batin, kegamangan jiwa atau tekanan psikologis menjadi sulit terpisahkan dari kehidupannya, ketika akal sehatnya dikalahkan oleh superioritas kepentingan duniawi. Kedamaian dan ketenangan menjadi barang mahal akibat hidupnya diabdikan mengejar dan mengomoditaskan kesenangan. Manusia akhirnya menderita apa yang menurut Lewis Yablonsky sebagai Robopath, suatu sosok manusia yang "atomik", otomatistik, mekanistik dan kehilangan keberdayaan kejiwaannya, yang terbelenggu oleh kekuatan pusaran pengaruh eksternal materialistik dan pemujaan absolut kebutuhan abnormalitas biologisnya. Manusia demikian tak bisa mencerdasi pengaruh lingkungan komunitas yang membentuknya dan menjerumuskannya.

Dalam Al-Qur'an Allah mengingatkan, "dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu untuk (mengetahui perbedaan antara) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan diri, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS, 91: 7-10).

Peringatan inilah yang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi manusia yang larut dalam pencarian atau perburuan kesenangan dan kepuasan ekonomi dan biologis (duniawi), kalau apa yang diburu ini tidak akan membuat jiwanya menuai ketenangan, kecuali manusia yang istiqamah bersujud kepadaNya..

Dalam hadis ditegaskan, orang yang sedang memperbanyak salat yang identik beraudiensi dengan Tuhannya", menunjukkan, bahwa salatnya  menjadi mediasi istimewa bagi manusia yang mencita-citakan hidup dalam garansi kedamaian. Ketika dalam sujud, manusia merasa bahwa Tuhan telah "bersamanya", rasanya dalam hidup keseharianya, ia tidak akan menjadi penjagal. Salat inilah yang disebut sebagai bagian fundamental dari audiensi pencarian cahaya bagi subyek  beragama yang mau melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun