Dengan kata lain, sebagai problem bangsa yang sedang ironis,  maka salah satu strategi fundamental yang bisa dilakukan adalah menciptakan atau memproduk budaya jihad melawan korupsi. Kultur jihad melawan penyakit ini wajib dilakukan oleh beberapa komponen diantaranya: pertama, elemen aparat, pejabat, atau pihak-pihak yang sudah ditunjuk/didaulat  dan "dibayar" oleh negara untuk menadi mesin implementasi secara yuridis  terhadap kasus korupsi atau menggerakkan jalannya sistem peradilan pidana (criminal justice system), seperti polisi, jaksa, hakim, Timtastipikor, KPK, dan lainnya, kedua, Eksekutif maupun legislatif berkewajiban mencipatakan budaya birokrasi yang sehat, terbuka, akuntabel, dan berkerakyatan. Upaya menciptakan budaya demikian ini tidak gampang, karena akan berhadapan dengan budaya seperti anomaly, malversasi, atau korupsi birokrasi yang selama ini masih kental dijadikan sebagai bagian dari strategi kaum penyalahguna kekuasaan,  ketiga,  kontrol dan pembudayaan kritik dari kekuatan masyarakat baik melalui  tokoh-tokoh agama, LSM, pers maupun lainnya yang diarahkan untuk mengkritisi setiap bentuk praktik-praktik penyelenggaraan kekuasaan atau pembangunan yang diduga "diselewengkan", atau ditujukan kepada penyelenggara penegakan hukum yang  profesinya juga tidak diabdikan demi hukum, atau  diduga bertolak belakang dengan norma-norma hukum yang berlaku