Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat untuk Koruptor

23 Juli 2021   08:57 Diperbarui: 23 Juli 2021   08:59 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Abdul Wahid

Pengajar FH Universitas Islam Malang dan penulis buku

Suatu kejahatan  di lingkaran elitis terjadi dan bersumber dari jabatan (kekuasaan), seperti kata Lor Acton  dengan "power tends to corrupt"  atau kekuasaan melahirkan   (cenderung) untuk korupsi. Sedangkan jabatan yang diabsolutkan dan diorganisasi dengan cara-cara korup justru akan makin melahirkan kejahatan berlapis-lapis, kejahatannya akan makin absolut, yang akhirnya menjadi semacam neo-tiranisme yang benar-benar menindas, menjajah, dan spektakuler dalam mengorbankan rakyat.

.Tatkala mereka menjabat, kejahatan yang diperbuat akhirnya sulit disentuh, apalagi diperangi. Bagimana mungkin bisa diberantas kalau yang diberi senjata untuk memberantasnya identik dengan mengarahkan senajata kepada dirinya sendiri? Koruptor melawan koruptor justru dapat memperkuat dan memperluas  jaringan koruptor  serta memberikan kran yang lebar untuk mengamankan  atau memproteksi sindikat  kejahatan elitnya.

Terbukti, tatakala  seseorang masih sedang menduduki jabatan penting, berbagai kasus korupsi yang diduga kuat dilakukannya sulitlah untuk dijerat secara hukum. Kalaupun ada proses hukum, yang sering terjadi proses peradilannya atau jalannya criminal justice sysitem-nya berjalan mengecewakan nurani masyarakat, misalnya dijatuhinya putusan bebas, putusan ringan, atau  penanganannya bercorak diskriminatif..

Banyaknya pentolan terdakwa kasus korupsi yang sedang menjabat yang diputus bebas, ataudihukum ringan itu dapat dijadikan alasan untuk menggugat, pertama, jika bukti formalnya tidak mendukung untuk menjatuhkan putusan bersalah kepada terdakwa, berarti kinerja aparat penegak hukum dalam menangani terdakwa korupsi patut dipertanyakan, mengapa tidak cermat dalam membuktikannya?, kedua, penegak hukum patut diduga sedang dikalahkan oleh kekuatan koruptor yang masih superior. Penegak hukum masih menjadi subordinasi kriminalisasi koruptor.

Narang (2002) memberikan ilustrasi, bahwa dalam International Conference Against Corruption Declaration of  the 8th  International Conference Against Corruption, yang ditanda-tangani di Peru Tahun 1997 yang kemudian menjadi visi masyarakat Internasional (termasuk Indonesia) telah dinyatakan bahwa korupsi meng-erosi tatanan moral masyarakat; mengingkari hak-hak sosial dan ekonomi dari kalangan kurang mampu dan yang lemah; menggerogoti demokrasi; merusak aturan hukum yang merupakan dasar dari setiap masyarakat; memundurkan pembangunan; dan menjauhkan manfaat persaingan bebas dan terbuka; khususnya bagi kalangan yang kurang mampu.

Tidak sedikit di kalangan mereka tiba-tiba menjadi orang kaya baru (OKB) atau orang kaya mendadak, karena sebelum jadi selebriti politik dan pilar strategis kekuasaan, mereka sebelumnya adalah orang-orang kecil. Begitu masuk lapisan eksekutif dan legislatif, mereka seperti mendapatkan durian runtuh, yang benar-benar tak ingin dilewatkan. Mereka tanggalkan pelajaran moral, syahadah (sumpah jabatan) yang diucapkannya pun ikut digadaikan, sementara komitmen kerakyatan pun dibersihkan atau dimandulkan dari ruh amanahnya (Fanni, dkk, 2005).

Kultur korupsi yang sudah menyulitkan bangsa ini rupanya wajib dilawan oleh setiap segmen bangsa dari unsur manapaun, khususnya yang berdekatan terhadap  problem korupsi, baik sebagai sumber terjadinya korupsi maupun sebagai pihak-pihak yang secara yuridis, moral,  dan politis mendapatkan kepercayaan untuk menjadi "prajurit" dalam penanganan korupsi.

Kita sudah diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa jihad terbesar adalah jihad melawan nafsu", yang mengandung hikmah, bahwa peperangan terbesar dan terberat adalah melawan korupsi yang sudah menjadi budaya. Kalau korupsinya sudah menjadi budaya, maka salah satu cara yang bisa diandalkan untuk memberantasnya adalah dengan menciptakan budaya jihad korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun