Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Warna HAM di Tangan Pemimpin

20 April 2021   17:11 Diperbarui: 24 April 2021   08:08 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi HAM. (sumber: SHUTTERSTOCK/210229957 via kompas.com)

Sayangnya, tak sedikit pemimpin di negeri ini yang terperosok dalam keasyikan atau eforia menikmati ragam pola hidup, relasi sosial-struktural, rajutan pertarungan politik, keserakahan ekonomi dan bangunan kultural dan struktual eksklusif yang lebih memihak kepongahan, keserakahan, ketamakan dan bahkan "penyunatan" amanah secara sistemik. 

Mereka (komunitas elit) ini merasa bangga bisa memerangkapkan dirinya dalam akrobat pelanggaran HAM yang sangat serius.

Akibat euforia pemimpin yang sesat jalan itu, mereka akhirnya lupa turun ke zona-zona pelosok desa atau wilayah pedalaman sebagai kewajiban rutin. Mereka tak pernah tahu dengan benar realitas aspirasi masyarakat. 

Mereka sekedar mendengar ada pelanggaran HAM, namun tidak paham obyektifitasnya. Kalaupun sudah tahu obyektiftasnya ada pelanggaran HAM, mereka ini bahkan ikut-ikutan memproduksi pelanggaran HAM baru.

Pemimpin negeri yang sedang tersesat jalan itu merupakan deskripsi sosok dan komunitas elitis yang gagal menerjemahkan dan menyejarahkan peran-peran positip dan fundamental progresip yang mendisain wilayah kehidupan masyarakat negeri ini sebagai arena juang menuju pembaruan, pemberdayaan,  dan pencerahan masyarakat.

Mereka memang menempati posisi sebagai elit bergaji besar, namun masih "miskin" kinerja humanis berelasi pemedulian (penegakan) HAM akibat dikalahkan atau dikerangkeng oleh jajahan keserakahan dan egoisme sektoral yang melekat dalam dirinya.

Terbukti, masyarakat negeri ini dibiarkan terpuruk dan terhegemoni dalam ketidakberdayaan berlapis. Dibiarkannya masyarakat makan nasi aking, mengidap kurang gizi (malnutrisi), terus menerus jadi "langganan" korban bencana alam, membengkaknya jumlah drop out dan pengangguran, dan berbagai jenis penyakit akut lainnya, adalah bukti deviasi moral kepemimpinan bertajuk pelanggaran HAM.

Elit pemimpin itu masih terpesona dan terpedaya oleh magnit kepentingan (kesenangan) keduniaan, hedonisasi kekuasaan dan kekayaan. 

Mereka bangga bisa diperbudak nafsu, dihegemoni ambisi, menjual integritas moral, menggadaikan keimanan dan menkomoditaskan komitmen kerakayatan dan kebangsaannya, yang mengakibatkan hak-hak rakyat tercabik-cabik.

Mereka agungkan "ekstasi" atau hedonisasi gaya hidup, suatu praktik pemberhalaan kesenangan dan perburuan kepuasan sesaat yang lebih sering atau akrab menyesatklan.

Tentu saja sebagai deskripsi gaya hidup tanpa mengindahkan kalau hal ini dapat mendestruksi dan merugikan diri sendiri, sesama dan jati diri bangsa, yang kesemuanya ditempuh dengan "meminjam", merampas, atau menggerogoti kekayaan publik atau hak=hak rakyat.

Oleh: Abdul Wahid
Pengajar ilmu Hukum FH Universitas Islam Malang dan penulis buku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun