Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalahkan Teori Pembelajaran Kriminalitas

30 November 2020   06:46 Diperbarui: 30 November 2020   07:23 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Abdul Wahid
Pengajar Ilmu Hukum Dan Pascasarjana Universitas Islam Malang

Suatu "prestasi hitam" yang terus digelindingkan oleh sebagian oknum elitis atas kesuksesannya melakukan bargaining dengan eksekutif, sehingga sumber pendapatan maupun biaya gaya hidupnya berhasil dinaikkan. 

Secara spektakuler lewat kompromi-kompromi yang dibangunnya,  setiap elitis yang "cerdas, piawai, dan brilian" di dalam memeta, mengalokasikan, dan menetapkan pos-pos yang dinilainya bisa dibikinkan sebagai anggaran, akan tetap bisa membuatnya sebagai kumpulan "manusia ningrat",

Edwin Sutherland, kriminolog kenamaan yang menelorkan istilah WCC (White Collar Crime) atau "kejahatan krah putih" telah membuat tesis tentang akar kriminogen "kejahatan krah putih" ini, bahwa kejahatan itu terjadi bukan disebabkan oleh kemiskinan, melainkan oleh keserakahan. 

Sutherland tidak menyukai pakar-pakar kriminologi yang tergesa-gesa menyimpulkan kalau kemiskinan itu dapat menyebabkan terjadinya kejahatan.  Kejahatan bukanlah miliknya orang-orang miskin, tetapi akibat perilaku orang-orang yang mengumbar dan mempanglimakan keserakahannya.

Pelanggaran moral, agama, hak asasi manusia (HAM), dan hukum kadarnya lebih serius, laten, dan komplikatif jika dilakukan oleh orang-orang terpelajar, punya kedudukan, dan mempunyai modal ekonomi kuat jika dibandingkan yang dilakukan oleh orang-orang miskin.

Komunitas miskin melakukan kejahatan dengan sasaran dan resiko yang kecil seiring dengan status dan minimalitas kemampuan yang dimilikinya. 

Beda dengan orang kaya, berpangkat, dan terpelajar yang melakukannya, karena komunitas elit ini punya kemampuan rekayasa intelektual (intellectual engineering) untuk membuat scenario kriminalistik, dengan uangnya membeli, menguasai, dan menjadikan orang lain sebagai "zombi", alias mayat hidup, dan dengan kedudukannya potensial menggunakan pengaruh dan wewenangnya untuk menjadi pesulap struktural yang hebat, melebihi kemampuan pesulap kenamaan David Coperfield.

Salah satu pelaku kriminalitas berkadar membayakan kehidupan publik itu adalah komunitas elit politik nakal atau  nekad terjun dan memerangkapkan dirinya menjadi segmen WCC atau mendisain dirinya seperti David Coperfield, yang lihai menyulap, merekayasa, menyalah-alamatkan, atau memproduk dalil-dalil pembenaran secara yuridis-politis yang diorientasikan untuk meregulasi dan memproteksi keserakahan yang sejatinya bercorak sebagai bentuk kejahatan terhadap hak-hak publik.

Sudah sangat banyakitu yang  jadi politik yang sedang atau telah berurusan dengan hukum. Sejumlah orang diantaranya bahkan sudah menjalani hari-hari di penjara. Terlepas dari proses hukum yang sedang berjalan dan tanpa mengurangi makna kinerja aparat dalam menggerakkan segenap mesin criminal justice system, namun komunitas elit nakal yang sedang berurusan dengan hukum itu ternyata berkorelasi dengan masalah gaya hidupnya, setidak-tidaknya lewat tampilan gaya hidupnya yang bercorak klas neo-kapitalis, orang kaya baru, atau orang kaya mendadak..

Gaya hidup yang didesain elitis baik dengan menggunakan "kendaraan" jabatan legislative eksekutifnya maupun di luar komunitasnya, ternyata mampu  menjebak dirinya dalam perilaku yang tidak menghormati  etika publik, irasional dari prinsip kelayakan hidup sebagai komunitas terpilih dan sedang memanggul amanat kerakyatan, dan berani secara "vulgar" maupun eksklusif melakukan  kriminalisasi structural dengan dalih apa yang dilakukannya ini termasuk kompetensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun