Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manggapai Gelar Mafioso

18 November 2020   06:37 Diperbarui: 18 November 2020   06:47 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber https://www.mntahar.my.id/

Oleh: Abdul Wahid

Kosa kata "busuk|, keji, biadab, aturan yang dimainkan, hukum yang diperdagangkan, atau norma yang dikalahkan praktik mafia yang diproduk oleh mafiosonya sudah menjadi bahasa keseharian dari potret kehidupan masyarakat yang mengidap penyakit penyimpangan norma.

Apa yang sudah tertuang di dalam norma dan menjadi tatanan yang berlaku di masyarakat, faktanya tidak dijadiksumberan sebagai panduan istimewa berperilaku, tetapi sebatas sebagai aksesoris, kemasan, dan kamuflase.

Di dalam masyarakat, masih demikian kuat berlaku dan berjaya apa yang disebut sebagai pembusukan nilai (values decay) atau "pengimpotensian" hukum, karena dari berbagai segmen elit dan strategis bangsa sulit sekali ditemukan benar-benar steril atau suci dari perilau-perilaku yang  menodai dan meng-kadali sumpah jabatannya. 

Dirinya dibiarkan terjerumus dalam berbagai praktik penyalahgunaan amanat, menyalah-alamatlkan program, atau membuat program sebatas di tataran fatamorgana karena sumberdana yang seharusnya menjadi nafas kegiatan dilenyapkan atau berpindak secara tidak akuntabel dan bermoral ke tangan mafioso-mafioso berdasi yang ironisnya tidak sedikit yang menyebut dirinya sebagai pejuang republik.

Pakar hukum kenamaan AhmadAli (2002) menyebutkan, bahwa setelah rezim silih berganti, justru penegakan hukum Indonesia semakin terpuruk, dan suka atau tidak suka, keterpurukan hukum membawa dampak negatif terhadap sektor kehidupan lain.

Realitasnya, keterpurukan hukum ini telah membuat masyarakat di negara ini kehilangan teladan yang tepat. Masyarakat sangat kecewa  dengan penegakan hukum yang tidak mencerminkan penegkan terhadap norma-norma hukum.

Kita sudah atau masih demikian akrab atau sering menerima realitas praktik pembusukan program-program pembagunan atau "pemanusiaan manusia Indonesia" yang  dilakukan oleh segelintir orang-orang berpendidikan atau menempati status sebagai kaum terdidik.

Mereka hanya bisa mengusung gelar dan jabatan tinggi, namun perilaku yang ditampilkan jauh dari nilai-nilai keagungan dan lebih tepat atau cocok menyandang identitas Mafioso.

Misalnya tidak sedikit diantara (pengusaha) negeri ini yang terjebak dalam memberlakukan suatu prinsip yang berlaku dan berjaya di dunia mafioso, bahwa dengan uang banyak, kekuasaan dan kekuatan bisa digenggam. 

Relasi kekerabatan baru atau neo-primordialisme bisa dibangun. Di sisi lain, hukum bisa dibuatnya menjadi redup, temaram, dan padam atau kehilangan keberdayaannya (empowerless).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun