Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banggakah Anda Jadi Orang Indonesia?

13 September 2020   14:54 Diperbarui: 13 September 2020   15:10 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://indonesiana.tempo.co via hipwee.com

Oleh: Abdul Wahid

Ada dialog menarik yang perlu dijadikan refleksi:  "anda dari mana?', tanya  seseorang memulai percakapan kepada teman duduk di sampingnya yang kebetulan satu pesawat menuju negara lain (saat baru awal-awalnya Covid-19 mengisi pergulatan dunia).

"Dari Indonesia", jawab orang yang ditanya.

"Apa anda bangga sebagai orang Indonesia?" Tanya orang asing itu lagi.

"Tentu saja, Indonesia adalah negara saya. Dalam kondisi bagaimanapun, Indonesia merupakan bagian hidup saya", jawab orang ini sambil meletakkan Koran yang dibacanya. Orang Indonesia ini mulai tertarik dan tertantang untuk berdialog lebih lanjut mengenai Indonesia.

"Mengapa anda bangga menjadi orang Indonesia?" kejar orang ini sambil menyelidik atau menguji tingkat nasionalisme kawan di sampingnya itu.

"Banyak hal yang membuat saya bangga menjadi orang Indonesia. Tetapi satu hal yang perlu saya tunjukkan pada anda, bahwa mencintai negara sendiri itu bagian dari iman, ekspresi dan manifestasi perbuatan yang sudah diajarkan oleh agama", jawab orang Indonesia ini mencoba memberikan jawaban kunci.

"Ada alasan lain (selain ajaran agama) yang  membuat anda bangga, mencintai, dan menghormati Indonesia"?

"Tentu saja,  meski alasan yang saya kemukakan ini juga bersumber dari agama".

"Apa bisa dijelaskan lebih konkrit"?

"Tuhan telah memberikan karunia yang sangat banyak dan bermacam-macam bagi Indonesia, seperti kekayaan yang melimpah. Ibaratnya. di negara ini,   apapun yang dilempar bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.  Masyarakat bisa memanfaatkan karuniaNya ini  untuk menopang dan menjaga keberlanjutan hidupnya". Kita banyak punya hutan, sumberdaya laut, sumberdaya bumi, dan lain sebagainya, yang secara  ekonomi nilainya sangat besar, kawan Indonesia ini mencoba menunjukkan dan membanggakan sebagian yang dimiliki negeri ini.

"Dengan kekayaan alam yang demikian besar, seperti penjelasan anda itu, apakah  hal itu sudah membuat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya, ekonomi kuat, hidup dalam kesejahteraan, atau tidak banyak terhimpit kesulitan pangan, sandang, kesehatan, dan lain sebagainya"? Tanya orang asing itu lagi, yang tampaknya  bernada gugatan.

"Memang di beberapa sisi, masyarakat saya belum maksimal memanfaatkan anugerah Tuhan itu. Ada banyak hal yang perlu dibenahi, tetapi setidak-tidaknya tanda-tanda menjadi bangsa yang berprestasi mulai tampak, yakni sikap mental tidak menyerah, tidak frustasi, atau tidak tenggelam dalam duka, meski berkali-kali diuji dengan berbagai bentuk bencana alam dan berbagai virus", jawab kawan kita sambil memejamkan mata.

Serasa ada di dunia lain, saat memejamkan mata itu (dirinya sudah berada ranah kekinian), pikirannya menerawang kembali ke negara atau masyarakatnya dengan menggugat gejolak hatinya, benarkah tanda-tanda sebagai bangsa yang berhasrat besar keluar dari himpitan kesulitan mulai tampak, termasuk menghadapi "kemungkinan" ancaman krisis akibat pandemi Covid-19 ? benarkah  karunia Allah SWT yang dilimpahkan kepada rakyat dan bumi pertiwiku, nantinya bisa digunakan sebagai lahan untuk tetap berprestasi atau jadi insan progresif?

 Tanda tanya dalam hatinya  tetap menggantung hingga "pesawat" mendarat dalam kehidupan sekarang. Namun begitu, dia tetap yakin, bahwa masyarakat Indonesia akan menunjukkan jati dirinya sebagai nasionalis sejati atau  masyarakat yang berprestasi, yang berusaha menjadikan modal besar yang dianugerahkanNya untuk menghadirkan kesejahteraan dan kemakmuran, serta  membebaskan  (menanggulangi) penderitaan.

Dirinya ingat doktrin agama yang mengajarkannya, ''Jika selesai mengerjakan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia-Nya, dan perbanyaklah mengingat Allah agar engkau beruntung.'' (QS Al-Jumuah [62]: 10)

Berdasarkan ayat itu, intinya masyarakat dituntut bekerja keras atau militansinya untuk mencari nafkah, baik untuk mencukupi kebutuhan sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Tidak boleh ada kata menyerah dalam situasi apapun, apalagi Tuhan sudah menyediakan "lahan" yang sangat banyak. Setiap subyek bangsa  ini berkewajiban bangga (menunjukkan syukur) hidup di Indonesia dengan car menunjukkan prestasi yang tidak kenal henti.

Dalam Hadis juga dijelaskan  ''Sungguh pagi-pagi seorang berangkat, lalu membawa kayu bakar di atas punggungnya, ia bersedekah dengannya dan mendapatkan kecukupan dengannya, sehingga tidak minta-minta kepada orang lain, jauh lebih baik baginya daripada meminta ke orang lain, mereka memberinya atau menolaknya. Ini karena tangan yang di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggungan Anda.''

Doktrin tersebut dimaksudkan untuk mendidik mentalitas kita supaya menjadi manusia-manusia yang sibuk berkreasi dan mewujudkan prestasi mengagumkan. Tolok ukur kehidupan dan keberlanjutan hidup suatu masyarakat, adalah ditentukan oleh prestasi yang bisa ditunjukkannya, meski menghadapi  beragam virus yang mengujinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun