Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perang Bubat Lawan Koruptor

19 Agustus 2020   06:09 Diperbarui: 19 Agustus 2020   06:15 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://menguaktabirsejarah.blogspot.com/

Korupsi di negeri ini benar-benar "membumi", sehingga perang untuk mengalahkannya pun wajib totalitas, pasalnya  banyak lobang basah tersedia bagi siapapun yang mencoba mendisain dirinya menjadi bibit-bibit koruptor yang "profesional".

Setiap elemen negara boleh saja mengaktifkan diri dalam diskursus secara teoritis tentang makna penyalahgunaan kekuasaan atau malversasi struktural dan unsur-unsurnya, serta sifat-sifat korupsi, akan tetapi penguatan ide-ide cerdas ini saja belum cukup untuk membabat menjamurnya korupsi. 

Yang diperlukan sekarang adalah ranah das sein yang berisi perang berkelanjutan dan berlanjut membara untuk memusuhi "bajingan berdasi" itu.  Masalahnya, benarkah kita ini sungguh-sungguh menjadikan penyalahgunaan kekuasaan atau praktik malapraktik jabatan sebagai obyek perang bubat? 

Bukankah selama ini peringkat "prestasi" korupsi kita masih tidak mau kalah dengan sejumlah negara lain yang rapor korupsinya terbilang spektakuler? Bukankah kita masih menyukai praktik penyelenggaraan kekuasaan yang bervirus memudahkan jalan berkorupsi daripada menutup lubang-lubang yang meniscayakan terjadinya korupsi?

Gugatan tersebut berangkat dari gampangnya ditemukan sejumlah atau modus operandi penyelingkuhan kekuasaan yang sering mengalami "pembaruan" dan "pembauran" (terintegrasi dan sistemik). 

Terbaca masih kuatnya kondisi pemerataan korupsi di lembaga-lembaga strategis negara. Mereka yang dipercaya mengelola keuangan di lembaga-lembaga ini, bukannya memproteksi penggunaan keuangan negara, tetapi justru disalahalamatkan penggunaannya.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) misalnya pernah melaporkan, bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah sumbernya korupsi pegawai negara.

Itu menunjjukkan, kalau para penyelingkuh kekuasaan ini tidak pernah kehilangan kelihaiannya dalam mengaplikasikan muslihat terkultur dan terstruktur yang cukup ampuh dalam memproduksi ruang yang sangat longgar untuk menjarah atau menyalahalamatkan keuangan negara, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD.

Aplikasi muslihat yang bermodus terkultur dan terstruktur merupakan bagian dari strategi besar oknum-oknum koruptor dalam mematahkan  atau mengimpotensikan setiap perang bubat komunitas pejuang anti korupsi. 

Mereka yang sudah terbiasa hidup dalam bingkai muslihat korupsi, tentulah tidak menginginkan kejayaan dan kekayaan dari korupsinya terusik dan tereliminasi.

Kesadaran etis, yuridis, dan religiusitas profetis, serta kecerdasan intelektualitas pejuang anti korupsi menjadi modal utama perang bubat mengalahkan setiap orang atau kelompok penyalahguna kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun