Pendidikan adalah hak segala bangsa, tanpa memandang di mana mereka tinggal. Namun, realita di Indonesia menunjukkan kesenjangan yang mencolok antara kualitas pendidikan di perkotaan dan daerah terpencil.Â
Anak-anak di daerah terpencil seringkali harus berjuang untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak, sehingga mereka seolah-olah menjadi "kelas dua" di negeri sendiri.
Banyak daerah terpencil tidak memiliki fasilitas pendidikan yang memadai. Sekolah-sekolah yang ada seringkali kekurangan guru, buku, dan peralatan belajar.Infrastruktur yang buruk membuat perjalanan ke sekolah menjadi sulit dan berbahaya.
Guru-guru yang bersedia mengajar di daerah terpencil seringkali diabaikan atau tidak mendapatkan pelatihan yang cukup.
Mereka juga menghadapi tantangan hidup yang berat di daerah terpencil, yang dapat mempengaruhi kinerja mereka.
Kurikulum yang digunakan di daerah terpencil seringkali sama dengan yang digunakan di perkotaan, tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan budaya setempat.
Hal ini dapat membuat anak-anak merasa tidak termotivasi dan sulit memahami materi pelajaran.
Tingkat Putus Sekolah yang Tinggi, banyak anak di daerah terpencil terpaksa putus sekolah karena berbagai alasan, seperti kemiskinan, kebutuhan untuk membantu keluarga, atau kurangnya minat.
Anak perempuan yang dikesampingkan rentan putus sekolah karena dianggap sekolah tinggi tinggi tetap setelah menikah ke dapur peran gender yang tidak seimbang.
Dampak Jangka Panjang, kurangnya pendidikan yang layak dapat menghambat perkembangan anak-anak di daerah terpencil.