Mohon tunggu...
Abdul Majid Hariadi
Abdul Majid Hariadi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Pengajar Praktik Guru Penggerak, Fasilitator Guru Penggerak

Guru

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kerawanan dalam Pilkada

12 September 2020   20:32 Diperbarui: 12 September 2020   20:26 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Jumlah kasus Covid-19 telah mencapai angka psikologis lebih 200.000. Prediksi sebelumnya bahwa puncak kasus Covid-19 di Indonesia terjadi Juli-Agustus terlewati. Saat ini jumlah kasus terus merangkak naik. Belum nampak kapan kurva kasus Covid-19 mencapai puncak.

Di kala Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan, protokol kesehatan belum dipatuhi masyarakat, akhirnya muncul berbagai kluster penyebaran virus korona. Yang terbaru dan patut menjadi perhatian adalah kerawanan Pilkada 2020 menjadi kluster baru penyebaran virus korona.

Kekhawatiran itu sangat beralasan. Pada masa pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) secara serentak, 4-6 September lalu, terjadi berbagai pelanggaran protokol kesehatan. Arak-arakan, pengumpulan massa, bahkan disertai konser menjadi pemandangan jamak di berbagai daerah. Dari data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), setidaknya terdapat 243 pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran bakal calon peserta Pilkada.

Akibatnya, setelah dilakukan tes, banyak bakal calon dan petugas pemilu diketahui terpapar Covid-19 pada masa pendaftaran. Data sementara, terdapat 46 bakal calon kepala daerah dari 17 provinsi yang positif Covid-19. Ini belum termasuk pengawas dan penyelenggara pemilu.

Bisa dibayangkan jika kejadian pada saat pendaftaran tidak menjadi perhatian utama maka pada tahapan pilkada selanjutnya bisa dipastikan akan banyak pelanggaran lagi. Dan ini akan membuka lebar peluang terjadinya penyebaran Covid-19.

Dari 309 kabupaten/kota yang terlibat dalam 9 pemilihan gubernur dan 261 pemilihan bupati/walikota, 45 kabupaten/kota (14,56%) masuk daerah dengan risiko penularan tinggi. Sebanyak 152 kabupaten/kota (49,19%) masuk risiko penularan sedang. Sebanyak 72 kabupaten/kota masuk risiko rendah. Sebanyak 26 kabupaten/kota tak ada kasus baru dan 14 daerah tak terdampak Covid-19 (Kompas, 11-9-2020).

Selama ini Pilkada menjadi ajang unjuk kekuatan bagi pasangan calon. Tolok ukur bahwa pasangan calon tersebut mendapat dukungan masyarakat adalah adanya jumlah massa dengan jumlah besar yang hadir pada setiap kegiatan tahapan Pilkada. Pilkada sebagai pesta demokrasi akan terasa hambar tanpa adanya pengumpulan massa. Wong pesta koq sepi.

Tantangan ini menjadi berat ketika Pilkada tetap dilaksanakan pada masa pandemi di mana kasus Covid-19 masih sangat tinggi. Kebiasaan mendatangkan massa seperti sebelum pandemi masih menjadi cara utama yang dilakukan oleh bapaslon.

Kasus Covid-19 pada masa pendaftaran menjadi pintu masuk kluster baru Pilkada. Ironisnya, ketika terjadi berbagai pelanggaran protokol kesehatan pada masa pendaftaran Pilkada, berbagai pihak saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab. Semua merasa tidak memiliki hak untuk menegur bagi pasangan calon yang melanggar.

Demikian juga pasangan calon beralasan sudah merasa mengingatkan pendukungnya untuk tidak hadir, namun jika para pendukung tetap hadir, pasangan calon juga tidak bisa mencegah. Inilah cara berpikir yang sangat khas dan dangkal.

Dengan adanya berbagai pelanggaran tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyerukan dan merekomendasikan penundaan Pilkada 2020. Alasan utamanya tentu karena penyebaran Covid-19 semakin tak terkendali. Penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi merupakan pelanggaran hak hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun