Mohon tunggu...
abdul jamil
abdul jamil Mohon Tunggu... Mahasiswa - selalu belajar

Tukang Ketik

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Lele dan Sambal Terasi, Teman Bertahan Hidup di Perantauan

26 September 2021   10:14 Diperbarui: 26 September 2021   10:45 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dari superapp.id

Siapa orang diseantero negeri ini tidak tau atau tidak pernah makan pecel lele?  jawabannya bisa saya asumsikan pasti pernah, minimal pernah membaca atau melihat salah satu menu tersebut pada spanduk/tirai dari para mas/mba yang biasanya mangkal jualan di pinggir jalan protokol, menu itu terkadang ditulis unik, lucu plus gambar Ikan lele dengan berkumis yang menggemaskan, yaitu: "pecel lele"

ya bener,,? itulah warung tenda yang dipastikan menyajikan menu pecel lele, sebuah menu "wajib" ada pada warung-warung tenda di pinggir jalan, baik itu warung tenda dari pedagang kaki lima, kedai dalam ruko, restoran, pujasera, hingga foodcourt di mall. Makanan khas Lamongan ini sering menghiasi deretan menu-menu yang ada dalam buku menu.

kekhasan pecel lele ini, ada pada penyajiannya yang menitik beratkan pada sambel terasinya yang terkenal lezat dan gurih, di sajikan oleh kebanyakan orang jawa, khususnya yang berasal dari daerah Lamongan, namun terlepas dengan perkembangan dan niat bisnis yang berjualan untuk saat ini tidak didominasi oleh orang Lamongan. (tidak bermaksud fasis) karena ini real selama yang saya tau.

Bagi orang jawa (asumsi saya) sambel adalah menu wajib yang harus tersedia dalam sajian menu makan, walau terkadang ada menu wajib lain berupa tahu, tempe atapun kerupuk, namun bagi saya jika ada opsi untuk memilih salah satu menu yang harus tersedia, maka saya, setidaknya keluarga besar saya sudah dipastikan pilihannya adalah Sambel.

Banyak rupa sambel dan variannya, namun yang melekat dan menjadi favorit saya adalah sambel terasi, sebuah sambel dengan bahan sederhana terdiri dari, Lombok rawit, garam, bawang merah dan putih, terasi digoreng, sedikit vitsin dan tentunya gula. sambel ini sudah cukup dijadikan teman makan dengan hanya dengan cocolan daun singkong, lele goreng ataupun kol mentah jika barang "mewah" ini ada.

Sabel, (khususnya sambel Terasi) sangat akrab dan femiliar dalam kehidupan sehari-hari kami. sebab sebagai anak rantau yang ikut orangtua pergi Transimgrasi ke pulau Kalimantan, tepatnya di daerah Anjir Serapat Kabupaten Batola, Kalimantan Selatan. tentu kesederhanaan dan keterbatasan ekonomi sangat kami rasakan saat itu. sebab sebagai warga pendatang, yang belum memiliki sumber penghasilan yang dapat diandalkan, orangtua kami selalu berusaha untuk survive dengan cara makan dengan lauk sederhana atau lebih tepatnya seadanya, tentu saja menu makanan itu sangat jauh dari kata lima sehat empat sempurna.

Sambel Trasi ini menjadi menu makan rutin kami sehari-hari terlebih setelah jadup "Jatah Hidup" dari pemerintah telah habis/selesai dalam pelaksanaannya, Karena warga transmigran diawal kedatangannya di lokasi trans akan mendapatkan Jatah Hidup (Jadup) selama dua tahun, untuk stimulant dan modal biaya hidup selama memproses tanah perkarangan dan lahan pangan menjadi tanah yang produktif dan memberikan penghasilan.

Apa tidak bosan, makan hanya dengan sambel trasi, saja?  bosenlah pastinya, namun hidup harus tetap jalan dan menu yang ada hanya itu, maka berkreasi dengan memanfaatkan alam sekitar yang dapat dilakukan untuk membuat variasi cocolan pada menu sambel trasi tersebut, ibuku biasanya melengkapinya dengan daun singkong, daun kates, kacang Panjang, kalo lagi mujur sesekali digorengkan ikan lele hasil membancur di rawa yang ada disekitar rumah.

Bertahun-tahun bertahan dengan kondisi kesederhanaan ini, akhirnya orangtua tidak sanggup tinggal di lokasi transmigrasi tersebut, sebab selain tanahnya yang masam (tanah yang tidak baik untuk pertanian) karena lokasi yang berada di daerah gambut dan pasang surut akhirnya kami sekeluarga pindah untuk mencari tempat dan lokasi tempat tinggal yang lebih baik.

Namun keakrapan dengan sambel trasi dan ikan lele, masih belum bisa ditinggalkan, orangtua saat ini sudah berumur 60an tahun dan alhamdulillah masih sehat seger dan kuat untuk beraktifitas, sedangkan secara ekonomi sudah membaik. orangtua sudah memiliki beberapa kapling kebun Kelapa Sawit yang secara pendapatan sudah bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan yang membuat bahagia tahun 2018 an kemaren sudah bisa pergi umrah, saat ini sudah setor haji. mungkin bagi orang lain itu hal biasa, namun secara pribadi ini adalah sebuah anugrah yang luar biasa bagi saya selaku anaknya.

Sesekali saya liat orangtua saya meminta untuk dibuatkan sambel trasi plus ikan lele yang digoreng kering, ini adalah menu kesukaanya dan sangat sering kami santap bersama keluarga. walau kami sudah berpisah tepat tinggal karena sudah mempunyai istri dan bekerja diluar daerah, namun kenangan sambel trasi dan ikan lele tetap selalu mendarah daging dalam ingatan saya, disetiap kali saya dan istri ada keinginan makan di luar, atau sedang pergi untuk urusan dinas kantor ketika makan di warung tenda, ketemu menu Pecel lele biasanya saya langsung jatuh hati untuk mencatatnya dalam nota menu pemesanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun