Kita mulai dari Januari. Dunia mulai terbelalak akibat Covid-19 yang semakin merebak. Beberapa negara mulai sibuk dengan jalan dan rambu masing-masing. Indonesia? Beberapa pejabat membingkainya dengan lelucon usang. Jejak digital mereka masih terpampang.
Februari, dunia mulai tertegun. Beberapa negara berusaha menempuh jalan riset untuk mencari vaksin sembari membatasi mobilisasi. Italia menampar dunia dengan lonjakan kematian dahsyat. Dunia mulai fokus. Indonesia? Menempuh jalan oportunis dengan menganggarkan influencer untuk mengkampanyekan pariwisata dengan dasar Covid-19 belum tiba di Indonesia.
Sumber: kompas.com
Kita mulai fase Covid-19 di Indonesia. Pada akhirnya, awal bulan Maret, pasien 01 dan 02 diumumkan secara langsung oleh Presiden. Dari mulut beliau hanya keluar himbauan jangan panik.
Pertengahan Maret. Komedi telah berubah menjadi tragedi. Banyak korban (yang terdata) berjatuhan, termasuk tenaga medis. Presiden mulai gerah dan menanggapi (masih) dengan himbauan; bekerja, belajar, beribadah dari rumah.
Akun Twitter resmi Presiden
Menjelang akhir Maret, Presiden kembali meluncurkan (masih) himbauan, jaga jarak, dengan alasan masyarakat Indonesia (dianggap) tidak disiplin. Di sini ada kerikil kecil dari kerancuan logika. Bila masyarakat Indonesia (dianggap) tidak disiplin, maka yang diperlukan adalah pendisiplinan, bukan himbauan.
Sumber gambar: akun Twitter resmi Presiden
Di fase ini, beberapa kali Presiden menegaskan bahwa karantina wilayah adalah kewenangan pusat. Penegasan itu membuahkan dilema bagi pemimpin daerah di tengah ketidakpastian. Pada akhirnya, beberapa dari pemimpin daerah mengambil sikap. Diawali oleh Papua, lalu Tegal, Tasikmalaya, dan Tolitoli, kini mereka berada di satu barisan. Asumsi mereka adalah keterbatasan tenaga medis, juga bagian dari tindakan pencegahan.
Dokumentasi Pribadi | kompas.com
Beberapa lapisan masyarakat juga mengambil langkah inisiatif yang agresif. Gue melihat, beberapa perumahan di Jakarta telah mengkarantina wilayahnya sendiri. Jasa ojek online yang mengantar pesanan dibatasi hingga pos keamanan. Dan di non perumahan, beberapa kampung juga membatasi mobilisasi.
Sila lihat kompilasi inisiatif warga dari beberapa daerah:
Dusun Randu | dokpri
Plambongan Sehat | dokpri
Komplek Dalam Masa Lockdown | dokpri
Demi Menjaga Kesehatan | dokpri
Boleh keluar, asal di dalam | dokpri
Save best | dokpri
Urusannya Nyawa | dokpri
Akhir Maret, Presiden mulai beranjak dari kursi, mengorasikan narasi perang baru melawan Covid-19, berupa pembatasan sosial berskala besar dan kekarantinaan kesehatan. Dan status darurat sipil akan ditempuh bila menimbang skenario terburuk.
Pertanyaannya, mengapa Presiden belum mau menempuh langkah karantina wilayah? Mengapa mengarah ke darurat sipil kala memerangi wabah?