Suatu hari, Syeikh Ibnu Abas dan muridnya diprotes oleh segolongan orang. Segolongan orang tersebut berkata, "Jadi orang, kok, tertawa mulu. Tertawa itu dapat mematikan hati."
"Itu terjadi bila mentertawakan dunia," jawab Syeikh Ibnu Abas. "Tapi tertawa karena puas terhadap aturan Allah, menerima atas kehendak-Nya, malah dapat menjadikannya seorang Wali." Syeikh Ibnu Abas menjelaskan dengan tenang.
Cerita Syeikh Ibnu Abas tadi memang sesuai dengan sabda Nabi, tapi baru sebagian.
Imam Ghazali mengutip salah satu sabda Nabi tentang itu. "Sesungguhnya di antara umat pilihanku adalah mereka yang tertawa lepas di tengah ramai karena yakin akan luasnya rahmat Allah. Dan di dalam sepi, mereka menangis karena takut akan siksaan Allah."
Bersyukur tak mesti rumit. Tertawa, guyon, bersenda gurau, adalah aksi paling kongkrit dan sederhana untuk menggaungkan rasa syukur di hadapan sesama mahluk. Yang repot, kalau di tempat sepi malah tertawa sendiri.
Karena tawa adalah tanda terima dan ridha terhadap jalan-Nya. Meski nasibnya buruk, melarat, hancur, tapi tetap bahagia dengan tertawa.Â
Justru mengeluh dan merasa sedih terhadap urusan receh—urusan dunia—dan diumbar di ruang terbuka, malah berpotensi menimbulkan rasa tak terima. Dan itu berbahaya.
Ujian seorang muslim akan lebih rumit di era sekarang. Media sosial membuka ruang selebar-lebarnya, menggoda manusia untuk berekspresi, dan salah satu bentuknya adalah keluh kesah. Berapa banyak orang yang mengeluh di sosial media? Cukup jawab dalam hati.
Tugas manusia adalah terus mencari jalan, dengan keyakinan garis akhir di tangan Tuhan.
Dalam sebuah riwayat, Rasullullah SAW juga pernah menerapkan metode ini. Kala itu Rasulullah sedang mampir ke rumah Anas bin Malik. Dan Rasul melihat Umair, adik Anas yang masih kecil. Ia sedang bersedih, menangisi kematian burung kecil peliharaannya.
Dan saat Umair dewasa, setiap Rasul bertemu dengan Umair, beliau selalu menanyakan kejadian masa kecil Umair, dengan maksud untuk bergurau. "Gimana kabar burung kamu, Umair?"
Jadi, tertawalah di tengah ramai sebagai tanda terima. Dan menangislah dalam sunyi sebagai hamba yang mesra.