Mohon tunggu...
Aziz Baskoro Abas
Aziz Baskoro Abas Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Nulis

Doyan Nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam Indonesia yang Tak Lagi "Rahmatan Lil Alamin"

26 November 2018   08:14 Diperbarui: 26 November 2018   08:28 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : quotespict.net

Peristiwa-peristiwa yang melibatkan umat islam di Indonesia begitu banyak terjadi akhir-akhir ini. Dari mulai aksi 411, 212, hingga yang terakhir aksi bela Tauhid. Dari kejadian-kejadian tersebut, ada tema fantasi menarik yang ingin gue ulas, yaitu islam yang rahmatan lil'alamin.

Pertama kali untuk mengafdolkan pembahasan ini, kita kulik dahulu definisi rahmatan lil'alamin secara etimologi. Rahmatan lil'alamin berasal dari tiga kata dalam bahasa arab. Rahmat, lil, dan 'alamin. Rahmat artinya saling mengasihi, lil artinya bagi, dan 'alamin artinya seluruh alam. Kalau anda ingin tahu lebih dalam, silahkan anda pelajari ilmu nahwu dan shorof (sejenis ilmu grammar dalam bahasa arab).

Ya, fenomena-fenomena tersebut bernilai positif pada satu sisi karena menambah kepekaan umat islam terhadap agamanya sendiri. Namun pada sisi yang lain, fenomena tersebut juga memunculkan para polisi agama yang merasa berhak menentukan "dia menista agama, dia kafir, dia munafik, dia fasik". Ini yang miris. Gue coba analisis itu lebih dalam mengapa para polisi agama bisa muncul ke peredaran.

Dalam islam, esensi dari dalil-dalil yang ada didalam Al-Qur'an dan Hadits meliputi tentang sejarah, perintah, peringatan, petunjuk, d.l.l, yang pada intinya gue kerucutkan dalam pembahasan ini menjadi dua, yaitu dalil tentang reward (keutamaan) dan punishment (peringatan) dari Allah.

Dalil tentang reward dipelajari untuk memotivasi seseorang beribadah. Seperti shalat berjama'ah yang mendapatkan reward 27 kali lipat ketimbang shalat sendirian. Dalil tentang punishment dipelajari untuk mencegah seseorang mendekati perbuatan tersebut. Seperti hadits tentang pelaku bid'ah yang akan mendapatkan punishment berupa neraka. Begitu kan logikanya?

Fenomena miris yang terjadi sekaligus alasan dari banyak munculnya polisi agama di Indonesia adalah penyalahgunaan dalil tentang punishment yang digunakan sebagai bahan untuk menjudge dan mendikte orang lain. Padahal, dalil tentang punishment seharusnya ditempatkan sebagai bahan untuk mawas diri agar diri tidak seperti itu. 

Hal seperti ini merupakan preseden buruk bagi islam yang rahmatan lil'alamin. Anda bisa bayangkan jika semakin masif perilaku umat islam yang mendikte orang lain lewat dalil-dalil punishment, maka yang terjadi adalah pertengkaran siapa yang merasa lebih baik.

Dalil tentang punishment juga sangat tidak relevan jika digunakan untuk mendikte orang lain dengan dalih 'mengingatkan' maupun dalih 'amar ma'ruf dan nahi munkar'. Mengingatkan sesama muslim adalah tujuan baik yang seharusnya dengan cara yang baik juga. karena dalam Ilmu Ushul Fiqh yang gue pelajari, ada bab yang membahas bahwa suatu tujuan tergantung bagaimana caranya (Al Umuur Bimaqoosidiha). Berarti tujuan yang baik harus diikuti cara/metode yang baik.

Dalam islam sendiri, cara untuk mengingatkan diatur dengan sangat apik. Salah satu cara yang diatur untuk mengingatkan sesama muslim adalah dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Cara menolak kemunkaran juga diatur dengan sangat apik. Salah satu hadits berbunyi "siapa yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya (power), jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya (dakwah), jika tidak mampu maka tolaklah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah lemahnya iman"

Jadi, penyalahgunaan dalil tentang punishment yang dijadikan sebagai bahan untuk mendikte orang lain merupakan kekeliruan sebagian umat islam yang akan berakibat panjang bagi keberlangsungan islam yang rahmatan lil'alamin. Dalam konteks ini, gue ingin mengutip quotes menarik yang relevan dengan artikel ini, "Islam is easy, but dont make it easy. Islam is hard, but dont make it hard".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun