Mohon tunggu...
Abdulazisalka
Abdulazisalka Mohon Tunggu... Tutor - Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Membacalah, Bertindaklah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Kebodohan dan Kebahagiaan" - Kata 2020

26 Desember 2020   05:08 Diperbarui: 26 Desember 2020   05:12 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tertawalah Sebelum Tertawa itu Dilarang (Warkop DKI) | @D_Wangga via Ask.fm

Dia pernah bertanya begitu, sembari meminta diambilkan kotak perhiasan. Kotak perhiasan ini sungguh penting buatnya. Bukan karena dia tumbuh dalam kultur etnisnya yang menyukai logam mulia, melainkan di dalam kotak itu ada banyak memori tersimpan. Rupa-rupa benda, mewakili rupa-rupa ingatan. Satu-dua perhiasan datang dari masa Belanda. Masa ketika dia bertemu dengan kakek.

Kakek adalah seorang pemuda yang melawan Belanda. Dia pernah diikat di pohon untuk dieksekusi. Tapi dengan satu dan lain cara, dia lolos dari maut. Dan cerita itu abadi di desa kami. Menjadi mitologi. Seperti banyak hal lain yang kemudian mengikuti cerita perihal kakek, dia menjadi sangat kuat  dalam pandangan kebanyakan awam. Kakek ikut pergi bersama ribuan pemuda ke Surabaya pada November 1945, persis ketika nenek hamil tua. Pertempuran klasik itu akan selalu dibanggakan.

"Koen iku duduk wong lanang lek durung tau nyekel bedil. Aku mateni londo nang Suroboyo", ujarnya pada salah satu paman, tentu dengan ditemani muka sombongnya nan dingin itu.

Nenek kabarnya adalah pihak pertama yang jatuh hati. Setidaknya versi itu yang paling populer di keluarga kami. Kakek bertubuh tinggi. Suka berkelahi. Berani mati. Dan ayahnya adalah cucu dari  Singojoyo. Ini adalah mitos yang lain. Perihal siapa itu Singojoyo, paman pernah bertutur panjang,  semalaman. Aku masih kecil. Awalnya aku mengira itu pelajaran sejarah, bertambah umur, aku tau itu hanyalah dongeng. Mungkin  omong-kosong.

Bagi nenek kehilangan marga bukan persoalan adat belaka. Bukan semata perihal jejak Hadhrami-nya yang putus. Melainkan dia harus menyerahkan seluruh hidupnya kepada keluarga kakek. Keluarga Jawa. Keputusan nenek cukup beresiko, tapi orang tak akan memikirkan resiko saat pertama tiba di pelaminan. Nenek masih mendapatkan warisan tanah, cukup luas, meski harusnya bisa lebih luas andai dia tak menikahi kakek. Kelak, tanah itu akan dihabiskan kakek dengan cara sesuka-sukanya.

Di ranjang yang nyaman, bersama kotak perhiasan dibekap di dada, nenek akan berkisah apa saja.  Perihal keluarganya yang pedagang. Perihal bagaimana dia saat muda. Perihal bagaimana dia menguasai bahasa Arab. Perihal bagaimana anak-anaknya saat bocah. Perihal kelahiranku. Segalanya dia bicarakan. Kecuali satu, kakek.

Pernah suatu minggu aku terus memancingnya untuk bercerita soal kakek. Mulanya dia cuma tersenyum. Mengulang-ulang senyumnya. Yang makin lama makin berbeda wujudnya. Lalu  aku mulai memaksa. Nenek terlihat tak suka. "Menengo koen!", hardiknya.

Dia memalingkan badannya yang rapuh itu dengan susah payah. Memunggungi diriku. Tak lagi mau bicara. Sehari itu dia tak sudi bicara kepadaku.

Aku kenal kakekku. Terutama karena cerita orang-orang. Cerita yang hebat-hebat, yang mengagumkan. Yang membuat sebagian orang di desa kami, saat aku bocah mencium tanganku. Yang membuat aku bisa menghajar habis anak kyai terpandang dan tidak menerima akibat apapun. Yang menikah kedua kalinya dengan perempuan muda tercantik di desa kami. Yang membuatku kemudian saat beranjak dewasa segera makin paham siapa lelaki ini.

Perempuan tua di senjakalanya memalingkan wajah. Untuk apa yang paling dicintai dan paling dia benci. Perempuan tua, membawa kenangan. Ingatan perihal orang yang paling banyak menghabiskan waktu bersamanya. Dalam apa yang terwakilkan oleh sikap memunggungi. Kematian lantas tiba dan kisah tak selalu sempurna.

Nenek menghembuskan nafas terakhirnya pada suatu senja. Kami menangis. Aku melihat kotak perhiasan di pojok lemari. Semua anak-anaknya percaya kotak perhiasan itu akan jatuh ke tanganku. Aku adalah cucu paling dia sayang. Itu merupakan perhiasan kuno dengan harga yang baik. Tapi ternyata wasiat nenek berkata lain. Anak tertuanya yang diwariskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun