Mohon tunggu...
Abdulazisalka
Abdulazisalka Mohon Tunggu... Tutor - Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Membacalah, Bertindaklah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Kebodohan dan Kebahagiaan" - Kata 2020

26 Desember 2020   05:08 Diperbarui: 26 Desember 2020   05:12 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tertawalah Sebelum Tertawa itu Dilarang (Warkop DKI) | @D_Wangga via Ask.fm

Sampai pada pertengahan Maret, masker benar-benar langka. Tuhan, ternyata kau telah mengirimkan Indah sebagai malaikat penyelamat. Tanpa kiriman masker darinya, mungkin aku akan ikut-ikutan membeli masker yang harganya tak masuk akal kala itu.

Karena aku berusaha bertaubat, maka protokol kesehatan harus tegak. Bahkan ketika itu kami sepakat tidak akan berjumpa sampai pandemi berlalu. Tegang dan sangat takut tertular.

Beberapa Peristiwa Tidak Masuk Akal

Awal pandemi hadir, aku berpikir. Para pejabat yang sebelumnya tidak care kepada rakyat pasti akan menjadi lebih baik. Tidak asal bicara, kerja nyata dan tidak ada korupsi.

Karena pandemi ini adalah teguran. Sudah sepantasnya semua berubah menjadi lebih baik. Ternyata, dugaanku salah total. Pikiran positif itu justru dihancurkan oleh kenyataan dan membuatku tampak bodoh sebagai rakyat biasa.

Mulai dari Alat Pelindung Diri (APD) untuk Nakes dari kantong sampah, pejabat yang berkata "Indonesia aman dan virus Corona cepat mati." Fetish 'bungkus' kain jarik, Odading Mang Oleh, FPI yang kontroversi, hingga korupsi yang tak mengenal pandemi.

Masih banyak sebenarnya peristiwa lainnya yang tak kalah populer. Rasanya, memang Indonesia butuh ketawa. Banyak hal kontradiktif dan kontra produktif dari pemerintah, artis, agamawan dan masyarakat umum lainnya.

Konyol sekali banyak rencana yang berantakan. Bukan hanya rencanaku . Mungkin banyak orang juga merasakannya. Jangankan orang, mungkin kalau patung bisa ngomong juga akan menyatakan hal yang sama. Aku yakin!

Permata yang Pergi Ketika Pandemi

Aku pernah merawat perempuan tua. Yang pada senjakala kehidupannya menghabiskan waktu di kursi roda. Di usia senjanya, segalanya melapuk, kecuali hidung, dagu dan bola  mata. Masih indah. Bentuk yang dia peroleh dari garis keturunannya sebagai Arab. Perempuan ini kehilangan marganya karena menikah dengan seorang lelaki Jawa. Kakek ku.

Dulu setiap pagi, menjelang berangkat kerja, aku akan memandikannya. Memberi suapan makanan. Biasanya bubur. Cacah daging yang ditumbuk sehalus mungkin. Lalu buah-buahan. Dia menyukai anggur. Dia selalu berlaku manja di kamarnya yang luas. Nenek ku seorang pengolok melalui caranya. Dia terkekeh jahat setiap aku terlihat kurang nyaman membersihkan kotoran yang keluar dari duburnya.

Kalau hari minggu tiba, kami akan  berbincang lebih panjang. Aku tak harus tergesa-gesa, tak ada jadwal kerja yang menganggu kehangatan kami. Berbeda dengan kakek, yang ajeg mendapati cucunya sebagai umat yang dikhawatirkan jatuh dalam kesesatan, sehingga setiap ada waktu, agama akan menjadi menu indoktrinasinya, nenek melihat cucu-cucunya selayaknya teman. Ah, itu cuma diriku saja yang diperlakukan demikian.

"Amu pingin opo sak iki?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun