Mohon tunggu...
Abdulazisalka
Abdulazisalka Mohon Tunggu... Tutor - Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Membacalah, Bertindaklah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kamu Pernah Menangis Saat Membaca Puisi Anak Kecil?

29 November 2020   15:30 Diperbarui: 29 November 2020   15:36 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit foto: Jonas Gratzer/Getty Images, edit pribadi 

"Aku tidak dapat sepeda dari Pak Jokowi karena tidak bisa menjawab nama-nama ikan.
Dari kecil tak ku jumpai tilapnya lagi.
Padahal kata bapak di sungai enim banyak ikan."

Karya Wahyu Hendrawan, SDN 204 Palembang.

Bangga terlibat sebagai juri lomba karya tulis ekologi ini pic.twitter.com/jMZPP8k3ND--- Okky Madasari (@okkymadasari) November 28, 2020

Apa nilai-nilai yang bisa kita ambil dari puisi Sepedah, Ikan dan Batubara (Wahyu Hendrawan)?

Pertama, berani mengkritik dengan santun dan syahdu
Dalam bait pertama puisinya, ia menyuguhkan kata-kata kritik dengan santun untuk Bapak Presiden Jokowi. Keberanian yang ia punya adalah benar-benar karakter yang harus dimiliki oleh pemuda bangsa. Kesantunan yang ia miliki adalah benar-benar budi pekerti Indonesia.

Kedua, kita harus terus merawat dan peduli lingkungan
Pada konteks puisi tersebut, pertambangan dan PLTU menimbulkan dampak yang kurang baik. Mulai dari hilangnya perkebunan dan hutan, rusaknya ekologi sungai, matinya flora dan fauna serta air, udara, pertanian ikut tercemar. 

Juga banyak sekali jalan rusak akibat lalu lalangnya transportasi pengangkut batu bara. Dari sini seharusnya kita belajar, bahwa pertambangan dan PLTU harus benar-benar memperhatikan keselamatan lingkungan, bukan hanya mengejar keuntungan demi keberlangsungan perusahaan.

Ketiga, melalui puisi dan sastra kita dapat menggambarkan keadaan sosial dan lingkungan
Wahyu telah menjadi peringatan dan tamparan keras bagi pemuda yang hanya bisa berpuisi tentang cinta, kisah-kasihnya, atau puisi-puisi melodrama lainnya. Tak salah kita berpuisi tentang itu semua. 

Tapi jika anak kecil saja mampu untuk menggambarkan keadaan suatu lingkungan sosial tertentu melalui puisi, mengapa kita yang jauh lebih dewasa tidak bisa? Tentu kita harus belajar dari Wahyu untuk menjadi penulis yang mampu mengisahkan realita secara lugas dan jelas.

Bagi saya, Wahyu dan puisinya adalah tamparan keras. Ia telah membuat yakin bahwa menulis adalah cara terbaik manusia untuk meraih bagian jiwanya. Ia juga mengajarkan bahwa melalui puisi kita bisa menguak fakta yang ditutupi. Membuat saya sadar diri. Mengingatkan untuk selalu peduli lingkungan untuk merawatnya agar asri dan lestari.

Anak-anak dengan kejujurannya. Bocah-bocah dengan kesuciannya. Wahyu telah membuat saya yakin bahwa generasi anak kecil sekarang bukan hanya pandai main tiktok dan game terkini. Melainkan sosok-sosok luar biasa penerus bangsa. Generasi sastrawan muda telah lahir. Kita harus menyambutnya dengan gembira. Wahyu wajib terkenal, saya ingin melihat wajah manisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun