Mohon tunggu...
Abdul  Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Ilmu Pemerintahan

Pengagum Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengatasi Pandemi dengan PSBB, Efektifkah?

30 April 2020   09:21 Diperbarui: 30 April 2020   12:26 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara-negara di dunia mulai berpikir secara cerdas untuk menekan Covid-19 ini agar bisa dihentikan penularannya. Di Indonesia pemerintah memilih untuk melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diharapkan dapat menekan penyebaran virus Covid-19. 

Daerah Jakarta dan BODEBEK serta daerah-daerah lain yang akan menyusul menerapkan kebijakan PSBB yang mana aktivitas masyarakat dibatasi oleh pemerintah daerah, penulis mengalami langsung kebijakan PSBB ini dikarenakan tinggal di daerah yang menerapkan kebijakan PSBB yaitu Kabupaten Bekasi. 

Menurut penulis masalah kita tetap sama apapun bentuk kebijakannya kita selalu terkendala dalam hal pelaksanaannya. Penulis mencoba memetakan menjadi dua aspek yakni pada aspek masyarakat dan pada aspek pemerintah terkait kebijakan PSBB ini.

Pada aspek masyarakat khususnya pada pemberlakuan PSBB di daerah Kabupaten Bekasi. pertama, masyarakat yang berpenghasilan harian mereka masih tetap menjalankan aktivitasnya bukan karena mereka tidak takut virus, tetapi mereka tidak punya pilihan untuk melanjutkan peradaban yang setiap harinya mereka lakukan. Ini mengacu pada konsep yang dikatakan oleh Heideger bahwa kita hidup di dunia ini terlempar tidak punya pilihan satu-satunya adalah lawan. 

Seperti itulah yang mereka lakukan saat ini, berharap pada pemerintahpun sulit karena tidak semuanya dibantu oleh pemerintah, pun menurut penulis negara belum sepenuhnya hadir. Kedua, buruh masih melakukan pekerjaan seperti biasa. Mereka melakukan itu tidak lain karena tuntutan perusahaan mereka bekerja. Lalu timbul pertanyaan kenapa saat diberlakukan PSBB perusahaan-perusahaan masih memperkerjakan para pekerjanya? Menurut penulis ini akibat kebijakan dari pemerintah yang kurang tegas, nanti penulis akan ulas pada aspek peran pemerintah terkait PSBB di akhir. 

Ketiga, dalam hal peribadahan/keagamaan menurut penulis masih terdapat masyarakat kita yang belum terbuka pemikirannya bahkan bebal masih ada beberapa ibadah seperti masjid yang masih melakukan aktivitas peribadahan seperti biasa, padahal hal tersebut adalah hal yang sangat berbahaya. Pemerintah telah memberikan arahan terkait ibadah dirumah sendiri. 

Bahkan yang lebih miris didaerah penulis sendiri ramai berita di media-media sosial terkait persekusi dari seorang yang mengaku-ngaku sebagai tokoh agama dengan bersikap premanisme membubarkan orang yang sedang beribadah dirumahnya sendiri. 

Akhirnya sekarang viral dan pelaku meminta maaf secara terbuka pada keluarga korban. Hal-hal semacam ini masih ada di kita, ini sangat memalukan masalah toleransi saja masih ada, apa bisa kita bermimpi menjadi negara maju? Selain itu di tempat penulis MUI daerah kabupaten Bekasi sendiri telah mengeluarkan fatwa bahwa sholat jum'at ditiadakan terlebih dahulu selama pandemi ini.  Namun masih terdapat beberapa masjid yang mengadakan solat jum'at seperti biasa. 

Pemikiran masyarakat kita kurang terbuka terkait pengetahuannya, kita ingat dulu di eropa ada wabah yang mematikan kita menyebutnya wabah PES bahkan wabah ini masuk ke Indonesia yang kala itu Hindia Belanda saat kita masih dalam penjajahan. 

Ketika wabah PES melanda masyarakat eropa menganggap hal itu sebagai kutukan dari tuhan yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong ke geraja untuk meminta ampunan pada tuhan, namun bukan ampunan yang mereka dapat tapi wabah tersebut semakin meluas dan menulari banyak orang. Ini menjadi pembelajaran bahwa beragama itu kita harus rasional, dan penulis teringat kutipan Rae Wellmina bahwa pandemi menjadi titik dimana agama dan sains itu harus menemukan titik temu bukan saja titik seteru.

Pada aspek pemerintah, ada sebuah cerita tentang seekor binatang kaki seribu yang disuruh oleh kecoak untuk membeli obat, kecoak lama menunggu kaki seribu tersebut membeli obat, kecoak marah lalu keluar pergi ke pintu depan ternyata kaki seribu tersebut lagi memakai sepatu yang ke lima ratus lima puluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun