Pesimisme organisasi-organisasi mahasiswa di kampus semakin tebal dan terbaca setelah tahu bahwa belakangan ini mahasiswa sekarang sama sekali tak memiliki motivasi untuk berorganisasi. Alasannya variatif, tapi yang jelas organisasi-organisasi tersebut pasti sedang di ujung tanduk, antara hidup dan mati kondisinya. Ibarat kata kondisinya itu "wujuduhu ka adamihi", keberadaannya seperti tiada. Kalaupun mereka hidup, sepertinya yang dihadapi oleh mereka itu sama seperti Jepang yakni krisis demografis.
Tapi tenang, sekalipun banyak demotivasi mengenai organisasi mahasiswa, saya sebagai eks pelaku tetap memberikan dukungan bahwa "organisasi mahasiswa itu penting". Sebab tak sekalipun dari kita mampu menolak fakta bahwa mereka (organisasi mahasiswa) lah yang satu-satunya berperan secara loyal menginternalisasikan moral value dalam diri mahasiswa berdasarkan karakteristiknya. Dan itu merupakan tugas yang sangat penting, di samping mahasiswa juga berkewajiban melaksanakan kegiatan belajar di kelas. Coba saja baca setiap tujuan dari organisasi-organisasi mahasiswa mulai dari HMI, PMII, GMNI, IMM, dsb. Mereka semua selalu merujuk pada tujuan pembentukan individu mulia melalui cara pandang nya masing-masing.
Memang saya akui, turunnya minat dan maraknya demotivasi muncul sebab organisasi-organisasi mahasiswa tak mampu menyelaraskan gerak dengan perubahan sosial culture masyarakat saat ini. Tak menampikkan diri juga bahwa organisasi-organisasi mahasiswa harus bertransformasi adaptif secara menyeluruh. Akselerasi organisasi mahasiswa dapat dimanifestasikan dalam gerakan-gerakan yang bersumber dari problem dan kebutuhan terbaharu, juga dalam gaya-gaya berorganisasi yang lebih demokratis.
Nah, lalu bagaimana menjadikan organisasi mahasiswa agar tetap eksis? Apakah harus membuang idealisme-idealisme kita? Jawabannya tidak. Sama sekali tidak perlu merubahnya menjadi pragmatisme yang terkesan pesimistis. Organisasi mahasiswa bisa saja tetap pada tracknya, hanya saja cara dan gaya berorganisasi ini harus dirubah. Survey terhadap teman terdekat saya membuktikan 90% orang yang tidak lagi aktif berorganisasi di organisasi mahasiwa memiliki alasan tidak menyukai gaya berorganisasi yang terkesan politis, kental dengan senioritas, dan rentan mengarah pada fanatisme yang berlebih. Selebihnya organisasi juga tak memperlihatkan perkembangan kreasi dan inovasi gerakan, yang kemudian terkesan organisasi kini tak lagi relevan bagi mahasiswa.
Sebagai eks pelaku organisasi mahasiswa, saya sedikit memiliki pandangan untuk didiskusikan tentang penerapan dan perubahan agar organisasi tetap eksis. Ini adalah sebagian dari keresahan penulis dan menjadi nasihat untuk perbaikan besar bagi organisasi-organisasi mahasiswa.
[JADIKAN ORGANISASI TEMPAT BERMAIN, BELAJAR, DAN BERTUMBUH]
Mari sejenak kita melihat pada pertanyaan ini, "Mengapa organisasi tak lagi dilirik?" jawabannya adalah karena organisasi tak lagi menyenangkan. "Organisasi itu isinya hanya kepanitiaan, begitu membosankan" begitu kiranya pernyataan teman saya saat saya suruh menilai tentang organisasi mahasiswa. Diksi "membosankan" telah begitu melekat pada organisasi sebab organisasi ini tak sedikitpun memberikan rasa senang dan rasa nyaman. Sehingga cara pertama agar bisa eksis dan dilirik adalah menjadi "MENYENANGKAN". Menjadi menyenangkan adalah hal yang penting dalam membangun keseimbangan dinamika kampus yang begitu-begitu saja.
Tak cukup menjadi menyenangkan, organisasi sebagaimana sekolah yang mengemban proses-proses pendidikan di dalamnya. Juga harus memperhatikan kontinuitas setelahnya, maka menjadi penting untuk juga turut berfokus dalam peningkatan SDM melalui pembelajaran-pembelajaran. Mari kita ciptakan bahwa organisasi itu juga sebagai tempatnya belajar dan bertumbuh.
[JANGAN PELIHARA SISTEM SENIORITAS]
Terkadang kita harus mengakui bahwa organisasi hari ini masih lekat dengan sistem senioritas. Problemnya adalah konsep senioritas ini kerap menghambat laju pergerakan, drama-drama sistem senioritas juga kerap menjadi pemicu perpecahan internal organisasi. Meletakkan senioritas sebagai individu penimbang yang memiliki pengetahuan berdasakan pengalaman sebelumnya itu bukanlah hal yang salah. Yang menjadi salah adalah saat senioritas merasa pertimbangannya harus diterima, yang menjadi salah adalah saat senioritas ini memperlakukan sebagaimana dirinya di masa lalu, dan yang menjadi salah adalah saat senioritas tak lagi mampu objektif dalam bersikap dan berpikir.
Untuk menjadikan organisasi kembali dilirik dan eksis ialah memperlakukan senioritas sebagaimana mestinya, dan berlaku menjadi senioritas yang sebagaimana mestinya. Tak perlu di dewa-dewa kan apalagi hanya untuk kepentingan ego yang sifatnya perseorangan. Tak perlu memaksakan sama, marilah kita didik anak-anak bangsa ini dengan zamannya.
[FOKUSKAN PADA PERUBAHAN TERKECIL LEBIH DAHULU SEBELUM PERUBAHAN BESAR]
Hal krusial yang juga kerap salah dalam organisasi mahasiswa ialah mereka tak sedikitpun memperhatikan perubahan-perubahan kecil dan inginnya hanya melompat pada perubahan-perubahan besar. Padahal hal yang harus kita ketahui adalah perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Tak perlu muluk-muluk berubah, berubahlah untuk tepat waktu saat menghadiri acara, berubahlah untuk disiplin dan konsisten dalam mengkaji isu dan persoalan, berubahlah untuk selalu menghargai pendapat, berubahlah untuk professional dalam mengemban tugas dan amanah, begitulah seterusnya.