Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Soekarno dan Soeharto dalam Simbol

4 April 2011   09:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di Jalan Silang Monas (Monumen Nasional), atau Jl. Medan Merdeka, Jakarta Pusat, banyak gedung dan monument yang memiliki makna simbolis dan historis yang cukup tinggi. Dalam diamnya, benda-benda bersejarah itu berbicara, namun perlu penggalian sejarah dan makna yang dimunculkan dalam benda-benda tersebut. Monas Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.

Sukarno menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari. Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. (Sumber : wikipedia indonesia)

Macapat

Dengan makna simbolik Monas yang merujuk pada bangunan suci umat Hindu, Monas adalah refresentasi dari umat Hindu. Sedangkan bangunan yang ada di sekitarnya seperti Istana Merdeka, Masjid Istiqlal, Gereja Katedral dan pasar Gambir, dapat lah ditarik suatu kesimpulan bahwa di sekitar Jalan Silang Monas, Soekarno ingin membentuk suatu system Macapat, suatu sistem tatacara bangunan peradaban yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintahan berada ditengah-tengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat suatu alun-alun (Lapangan Merdeka), keraton (istana Merdeka), kuil (Tugu Monas, Masjid Istiqlal, Gereja Katedral), dan pasar (pasar Gambir). Susunan ini masih bisa ditemukan dikota-kota, seperti Jogja, Solo dan kota lain di Indonesia. (Sumber : http://faktadunia.blogspot.com/2011/02/amir-al-maruzy_08.html).

Selain itu pembangunan Masjid Istiqlal oleh Soekarno berada dekat dengan Gereja Kadral, juga dimaksudkan mewujudkan secara simbolik bangunan, bahwa Indonesia menerapkan semboyan Negaranya, Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda tetapi satu jua, saling menghormati, dan menunjukkan kerukunan beragama.

Patung Arjuna Wijaya Patung Arjuna Wijaya atau Patung Asta Brata, yang sering di plesetkan dengan nama Patung kuda setan, atau Patung delman merupakan patung yang dibangun Agustus 1987, ini menggambarkan Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta perangnya dikusiri oleh Batara Kresna. Adegan patung karya pematung Nyoman Nuarta itu diambil dari fragmen waktu mereka melawan Adipati Karna. Kereta itu ditarik delapan kuda, yang melambangkan delapan ajaran kehidupan yang diidolai oleh Presiden Soeharto. Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu nempel prasasti yang bertuliskan Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.” Pada waktu pembuatannya, karena keterbatasan dana, akhirnya patung itu dibuat dari bahan poliester resin yang punya kelemahan mudah rapuh jika terkena sinar ultraviolet. Memang terbukti kalau patung ini mulai keropos, sampai akhirnya tahun 2003, patung ini direnovasi dengan menelan biaya 4M (4 miliar) dan material patungnya diganti dengan bahan tembaga. (Sumber : http://magazindo.info/tag/hotel-indonesia/) Namun kalau kita mau menghubung-hubungkan sejarah, makna pembuatan patung Arjuna Wijaya oleh Soeharto adalah simbol dari kemenangan Soeharto menjatuhkan Soe(Karna). Maka dibuat lahpatung tersebut. Di era awal Reformasi symbol patung Arjuna pernah digugat oleh para seniman dan budayawan yang mengerti makna pewayangan. Dan di masa pemerintahan Gus Dur sempat ada wacana untuk merubuhkan dan merombaknya, namun Gus Dur keburu lengser. Namun yang ironis di masa Presiden Megawati anak kandung dari Presiden Soekarno malah memperbaharui dengan biaya yang cukup besar. * Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun