Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Kemerdekaan

15 Agustus 2020   10:15 Diperbarui: 15 Agustus 2020   10:18 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap momen peringatan HUT kemerdekaan RI, hampir seluruh antero nusantara diwarnai oleh suasana kemeriahan dan kegembiraan dengan aneka kegiatan kenegaraan dan  kerakyatan. Jalan-jalan dan gang-gang dipenuhi hiasan dan umbul-umbul dengan warna dominan merah dan putih.

Di kampung-kanpung anak-anak hingga orang tua bersemangat menghafal lagu-lagu kebangsaan dan perjuangan untuk ditampilkan pada acara 17-an. Ada yang menyanyikannya dengan suara seadanya. Ada pula yang menyanyikannya dengan suara hikmat penuh penghayatan hingga  membuat merinding bulu roma.

Tidak lupa di berbagai jalan-jalan protokol diadakan karnaval  nan mewah dan meriah mempertontonkan berbagai kekayaan dan keragaman seni dan budaya bangsa, dan juga memamerkan keberhasilan pembangunan pada level daerah maupun nasional.

Akan tetapi, kali ini di tengah pandemi covid-19 yang belum mereda, kemeriahan tidak akan terlihat seperti biasanya. Keharusan menjaga jarak dan menghindari kerumunan  terpaksa membatasi semangat untuk menghadirkan kemeriahan itu.

Namun inilah saatnya untuk memaknai kemerdekaan dengan lebih bersungguh-sunggu tanpa terlarut dalam hiruk-pikuk kemeriahan peringatannya. Pertanyaan yang harus dikemukakan tetaplah sama pada tiap tahunnya, "Sudah merdekakah kita?"

Pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan lain yang semakna bisa jadi dianggap penting, bisa pula dianggap sekedar  basa-basi dan omong kosong, atau bisa dianggap bertendensi negatif dan menimbulkan rasa kurang nyaman bagi sebagian elemen bangsa.

Namun sebagai bagian dari evaluasi diri pertanyaan tersebut tetap relevan dan penting untuk kita kemukakan agar kita tidak kehilangan kesadaran akan kekurangan diri yang pada akhirnya melenakan dan menjerumuskan kita pada kehancuran.

Jika kita  memaknai kemerdekaan  sekedar terbebasnya bangsa ini dari penjajahan atas wilayah teritorial kita, maka sejak Proklamasi 17 agustus 1945  yang dibacakan oleh Sang Proklamator Soekarno, maka secara de jure kita sudah sepenuhnya merdeka. 

Namun jika kita menginginkan kemerdekaan yang hakiki yaitu kemerdekaan dalam seluruh pilar-pilar kehidupan bangsa, maka kemerdekaan yang diproklamirkan oleh founding fathers kita pada 73 tahun yang lalu tersebut baru satu langkah dari cita-cita kemerdekaan yang menyeluruh. Karena itu, dalam Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa kemerdekaan adalah pintu gerbang menuju cita-cita kebangsaan dan keindonesiaan yang sejati.

Kemerdekaan secara teritorial tidak otomatis menjadikan suatu bangsa merdeka dalam semua pilar kehidupannya seperti politik, ekonomi, dan budaya. 

Di era modern dan era globalisasi, penjajahan oleh bangsa-bangsa elite atas bangsa-bangsa lain tidak lagi memerlukan penguasaan atas teritorial negara terjajah. Melainkan dengan menguasai ekonomi melalui instrumen pasar bebas dan korporasi multinasional dan melalui infiltrasi dan hegomoni budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun