Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencemaskan Generasi Net

29 Juni 2020   10:31 Diperbarui: 29 Juni 2020   10:45 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lihatlah anak-anak kita sekarang! Masih adakah dari mereka, bahkan yang masih balita pun, yang belum kenal gadget atau gawai? 

Saya rasa tidak ada.  Anak-anak sekarang, sejak dini sudah mengenal dan gandrung akan teknologi digital dan smartphone. Mereka lah generasi Z yang lahir tahun 1995 sampai 2010, serta generasi A alias Alfa yang lahir setelah tahun 2010.

Menurut analis sosial Mark McCrindle, generasi A lebih akrab dan tergantung dengan smartphone daripada generasi Y (millenial) dan Z.

Baik generasi Z maupun generasi A, mereka adalah generasi net(internet/netizen) yang menjadi pengguna adiktif dan sulit melepaskan diri dari internet  dan smartphone. Hal itu pula yang menyebabkan generasi ini lebih senang berselancar di dunia maya daripada bergelut di dunia literasi nyata khususnya membaca buku dan mendatangi perpustakaan.

Bagi generasi X seperti saya yang lahir sebelum tahun 90-an, salah satu kenikmatan intelektual adalah membaca buku dan mengunjungi perpustakaan.

Kebetulan saya pernah mengenyam pendidikan di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) besutan menteri agama terdahulu Prof. Munawir Sadzali,M.A, yang telah melahirkan banyak tokoh termasuk penulis dan peneliti hebat seperti Habiburrahman El Shirazy dan Burhanudin Muhtadi. 

Dulu di MAPK, kebetulan saya dan dua tokoh tersebut belajar di MAPK Surakarta, memiliki dan membaca buku menjadi semacam kebanggaan intelektual. Berkat tradisi membaca di kalangan siswa atau santri cukup baik, maka membeli atau meng "copy" dan membaca buku menjadi kesenangan dan kebanggaan para siswa pada waktu itu (tahun 90-an). Bahkan ada satu teman yang secara peringkat akademik di kelas termasuk rendah, tetapi yang bersangkutan memiliki koleksi kitab dan buku sangat banyak.

Ketika saya lulus dari MAPK dan pindah ke bangku kuliah, saya dan beberapa orang teman yang sama-sama alumni MAPK Surakarta juga pernah berjualan buku tanpa modal (dropship).

Kami mengambil barang dari toko buku dan menawarkannya kepada teman-teman kampus dan dosen. Di akhir bulan,  buku yang tidak terjual dikembalikan kepada toko.

Selain untuk tujuan ekonomi, saya dan teman-teman menjadi penjual buku agar punya akses membaca buku-buku baru tanpa harus membeli.

Generasi net saat ini sebenarnya memiliki kemewahan fasilitas untuk bergelut dengan dunia litersai. Kehadiran internet dan semartphone memberi kemudahan akses terhadap berbagai sumber bacaan. Akan tetapi ternyata hal itu tidak serta merta menjadikan generasi net mengalami peningkatan minat baca. Justru sebaliknya, berbagai penelitian menunjukkan penurunan minat baca melanda generasi net, karena mereka lebih suka main game dan bermedsos ria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun