Mohon tunggu...
Abdullah Umar
Abdullah Umar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Hukum dan Politik

Mahasiswa Jurusan Hukum di Cairo University, Mesir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ujian Bencana Tsunami Pertanda Allah Cinta Rakyat Palu, Jangan Asal Politisasi Agama

30 September 2018   14:45 Diperbarui: 30 September 2018   15:10 4124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
makassar.tribunnews.com

"Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka". (H.R. Ibnu Majah no.4031)

"Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak" (H.R. Tirmidzi no. 2396)

Pesan dua hadist yang termasuk dalam Kutubus Sittah (6 hadist induk yang dapat dipercaya) itu seharusnya sudah jelas dan terang benderang untuk memandu cara pandang kita sebagai muslim dalam memahami suatu bencana.

Tsunami di Palu dan Donggala yang sementara ini telah memakan korban jiwa sekitar 810 orang seharusnya kita nilai sebagai rasa cinta Allah kepada rakyat Palu karena Allah memberikan ujian pada mereka, bukan sebaliknya menghakimi mereka (seolah telah melakukan dosa besar) dan merasa kita yang sedang tidak diuji tanpa dosa sehingga berhak dan menilai dan menyebarluaskannya.

Pemandangan menyedihkan itu lah yang terjadi khususnya di media sosial di Indonesia, tidak sedikit yang menghakimi rakyat Palu dan Donggala yang dianggap berdosa sehingga ditimpa bencana. Bahkan, Ketum FPI Shobri Lubis di hadapan ribuan massanya di Monas, (Sabtu, 29/9/2018) menyampaikan, gempa dan tsunami di Palu disebabkan Allah marah karena Gus Nur ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulteng karena diduga melakukan pencemaran nama baik, penghasutan, permusuhan dan kebencian Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) di negara yang multikultur ini.

Tidak hanya itu, mereka pun tega menyambungkan tsunami Palu karena Rizieq Syihab (tersangka beberapa kasus penodaan agama dan Pancasila di Indonesia) bermasalah izin tinggalnya (visa) di Arab Saudi. Mereka menuduh tanpa bukti pemerintah dalangnya, hingga Allah pun marah dan menurunkan azab bencana.

Jangan lupa, saat Gempa Lombok, bukannya mendoakan dan memberi support, mereka justru enteng mempolitisasi bencana dengan menyalahkan sikap gubernurnya TGB yang mendukung Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019. Mereka sangat mudah menurunkan derajat agama hanya untuk urusan politik dunia.

Entah dalil apa yang digunakan, jika ia bersama organisasinya mengaku membela Islam. Seharusnya ia memahami ilmu Islam di mana Qur'an dan Hadist menjadi pedomannya. Hadist telah jelas berbunyi, jika Allah cinta, maka ujian (bencana) diberikan. Kita yang belum diberikan ujian, bisa saja karena Allah tidak lebih mencintai kita dibanding rakyat Palu dan Lombok yang memang kita tahu selama ini sangat taat beribadah.

Pernyataan Ketum FPI dan segala pengikutnya yang menghakimi rakyat Palu justru bertentangan dengan pendapat Habib Jindan Bin Novel Bin Salim yang menilai, "tsunami yang Allah ta'ala turunkan, bukan berarti allah benci pada hambanya, bukan berarti allah murka pada hambanya, tetapi bencana diturunkan adalah sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT dan ada hikmah yang bisa kita petik dari kejadian-kejadian tersebut. Banyak nikmat yang tersembunyi di balik musibah."

Habib Jindan pun memperingatkan kepada mereka "Orang kena musibah jangan kita syukurin, kita cemooh, itu bukan perangai nabi dan muslim. Dalam hadist Rasul berpesan, jangan kamu mencemooh saudaramu yang kena musibah, kalau engkau mencemooh saudaramu itu, maka allah akan merahmati orang tersebut dan Allah akan menimpakan musibah kepada engkau".

Kini rakyat Indonesia dihadapkan dua pilihan, dua jalan yang harus dipilih. Ingin mengikuti mereka yang sok teriak agama, tetapi justru apa yang dilakukannya berlawanan dengan anjuran agama (bahkan merendahkan sakralnya agama Islam dengan mempolitisasinya)? atau mengikuti jalan mereka yang tanpa berteriak-teriak sok membela agama namun sikapnya sesuai dengan arahan agama Islam, mendoakan dan turun langsung membantu. Pilihan politik keduanya di Pilpres 2019 pun sudah jelas terlihat. Jadi, silahkan rakyat Indonesia menilai dan memilih.

#PrayForPalu #PaluDonggalaBangkit

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun