Mohon tunggu...
Abdullah Umar
Abdullah Umar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Hukum dan Politik

Mahasiswa Jurusan Hukum di Cairo University, Mesir

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Libur Nasional Pilkada dan Upaya Menjaga Hak Konstitusional Warga Negara

26 Juni 2018   18:54 Diperbarui: 26 Juni 2018   19:13 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pilkada. sumber : Kompas.com

Presiden Joko Widodo kembali menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2018 yang menjadikan Rabu, 28 Juni 2018 sebagai hari libur nasional karena digelarnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 171 daerah di Indonesia. 

Pemberian libur nasional saat Pilkada juga diberikan pada perhelatan pilkada serentak sebelumnya, yaitu di akhir tahun 2015 dan awal tahun 2017. Jokowi menyampaikan, pemberian libur nasional ditujukan agar seluruh masyarakat menggunakan hak pilihnya. Lantas sepenting apa suara rakyat pada Pilkada nanti?

Pertama, secara konstitusional apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk meliburkan rakyatnya saat pilkada ialah hal yang tepat. Setiap warga negara Indonesia berhak untuk memilih dan dipilih untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 

Hal itu tercantum dalam UUD 1945 di Pasal 27, 28, 28D, 28E, 1, 2, 6A, 19, dan 22C. Secara tegas, konstitusi mengatakan, pemerintahan ada karena didasari partisipasi rakyat. Dengan demikian, hak konstitusional warga negara untuk berpartisipasi politik sangat dihormati pemerintah.

Kedua, Pilkada merupakan perhelatan sekali dalam lima tahun. Saat pilkada, setiap warga negara di daerahnya masing-masing dapat menilai dan menghakimi para calon kepala daerah. Pilihan setiap warga akan menentukan seperti apa arah pembangunan di daerahnya lima tahun ke depan melalui sosok pemimpin yang dipilihnya. Dengan bebasnya masyarakat menentukan siapa pemimpinnya, maka *pilkada merupakan pesta rakyat untuk berpolitik secara langsung*.

Ketiga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, sebanyak 171 daerah (terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten) akan menggelar pilkada secara serentak dengan jumlah total pemilih 152.058.452 orang, artinya jumlah itu 83 persen dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak memilih. Bayangkan, jika tidak ditetapkan sebagai libur nasional, hampir seluruh rakyat Indonesia akan kehilangan hak pilihnya dalam menentukan kepala daerahnya.

Seperti yang kita ketahui, jam pemilihan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yaitu pukul 07.00 -- 12.00 WIB. Sementara itu, jam masuk kantor yaitu dari pagi hingga sore. Belum lagi jika seorang warga bekerja di luar daerah domisilinya. Tanpa libur, kecil kemungkinan warga akan dapat mendapatkan hak pilihnya.

Keempat, masyarakat saat ini tidak perlu khawatir kehilangan hak pilihnya. KPU telah menyederhanakan persyaratan warga agar dapat memilih. Jika tidak mendapatkan formulir C-6 (surat undangan memilih), pemilih tetap dapat memilih di TPS sesuai dengan alamat KTP-el atau Suket (Surat Keterangan) hanya dengan menunjukan KTP-el dan Suketnya.

Masyarakat yang ingin menumpang memilih di TPS yang tidak sesuai dengan alamat KTP nya pun masih dimungkinkan, asalkan masih di dalam Provinsi atau Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Pilkada (membawa formulir A5 dan KTP-el asli).

Jadi, jika ada pihak manapun atas nama siapa pun (termasuk petugas pemungutan suara) menghalangi kita untuk memilih esok hari padahal kita sudah memenuhi syarat, mereka wajib dilaporkan karena mereka melanggar hukum dan konstitusi negara. Hak warga esok hari untuk memilih sifatnya mutlak. Selamat memilih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun