Mohon tunggu...
Abdul Rozak
Abdul Rozak Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadi Manusia yang memanusiakan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar dan menasehati diri sendiri lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Respect Depan Belakang

29 April 2022   15:46 Diperbarui: 29 April 2022   15:48 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Saat bertemu pejabat, Boss/Juragan, pemimpin atau orang orang penting lainnya. Pasti di depan akan menaruh hormat, menjaga sikap, menjaga bicara dan lain sebagainya. Saat di belakangnya? belum tentu melakukan hal yang sama.

Ada orang orang penting yang didepan dan dibelakang selalu respect karena sikapnya. Saya Ambil contoh Sosok tokoh agama (bahkan sepengetahuan saya tidak menjabat di posisi strategis) dari Kudus. 

Beliau Sudah terkenal akan kecerdasannya. Anak anak beliau dididik dengan baik, baik diluar maupun didalam lingkungan akademik. Dulu juga ketika menjadi santri Mbah Ali Maksum Lasem juga santri favorit. Kecerdasan beliau yang mashur dikalangan guru guru madrasah adalah ketika mengajar (mulang) tidak membawa buku. Yang diajarkan juga bukan kitab kecil seperti Fassholatan atau Akhlakul Banin, tapi kitab kitab sedang layaknya Ibnu Aqil (Syarakh Alfiyah), atau Ghayatul wusul (Kitab syarakh Ushul Fiqih) dll.

Ada lagi tokoh dari Jogja yang punya banyak karya, beberapa karyanya merupakan terjemahan dari kitab kitab klasik berbahasa arab Fuskhah. Beliau ditawari tanah oleh konglomerat untuk didirikan yayasan tapi beliau menolak dengan alasan takut kalau nanti akan jadi rebutan oleh anak turunnya. Mungkin beliau sudah melihat fenomena rebutan ini ditempat lain. Kalau saya dan mungkin banyak orang tidak akan atau sulit sampai di level beliau artinya ketika di tawarin tanah ya diterima dengan alhamdulillah pake banget.

Kalau orang seperti beliau beliau ini dengan kecerdasan dan pemikiran bijak yang luar biasa memilih jalan hidup masyarakat kebanyakan (Matrealis & hedonis) bisa saja, tapi beliau lebih memilih jalan hidup sufi, jalan hidup kesederhanaan ditengah tekanan kapitalisme yang luar biasa. Sosok seperti ini yang saya kira lebih pas menjelaskan tentang materi materi tasawuf, zuhud, qanaah, Tawakkal dsb. Saya tidak mengatakan bahwa ustadz hedon tidak layak membawakan materi Islam yang terkait dengan zuhud, tawakkal dan qana'ah, Tolong jangan salah paham.

Respect itu muncul dan tumbuh ketika ada orang memilih jalan hidup sufi ditengah himpitan kapitalisme, Itu perlu kebesaran hati yang konsisten. Pada akhir ketika beliau wafat terlihat lautan manusia (ini bukan kiasan, tapi memang manusia yang takziah disana seperti lautan), ini yang saya sangat yakin sekali beliau mendapatkan maqam tertinggi disana. (Lahul Fatihah untuk beliau beliau).

Kita akan tahu baik tidaknya seseorang ketika finish (berakhir masa hidupnya). Selama masih hidup ada kemungkinan yang awalnya baik menjadi buruk (Su'ul Khotimah) atau yang awalnya buruk jadi baik (Khusnul Khotimah) atau memang dari awal baik hingga akhir hayatnya atau dari awal buruk hingga akhir hayatnya. Selama orang masih hidup & masih berproses, selama itu pula kita tidak bisa memvonis neraka (buruk) atau surga (baik) kepada orang lain.

Saya tutup dengan Quotes Gus Mus "Pertama-tama orang melihat wajah kita, lalu bicara dan ucapan kita, kemudian sikap dan perilaku kita. Dari sanalah orang simpati atau antipati kepada kita"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun