Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diaspora Mandar (3) Membangun Kembali Jaringan Maritim

30 November 2022   14:40 Diperbarui: 30 November 2022   14:54 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah peristiwa tahun 1957, Negeri Mandar yang semula ramai oleh aktivitas pelayaran niaga, hampir mati karena para pelaut meninggalkan negerinya terutama ke Kalimantan Selatan. Apakah peristiwa ini menyebabkan matinya kebudayaan bahari Mandar?

“Sisara pai mata malotong anna mapute, anna sisara’ sasi lopi, anna to Mandar (nanti terpisah bagian mata hitam dari putihnya baru laut, perahu, dan orang Mandar berpisah)” demikian sebuah ungkapan kultural yang mencerminkan bahwa eksistensi orang Mandar berkaitan erat dengan aksesnya terhadap perahu dan laut.  

Ungkapan di atas menjadi alat analisis mengenai dinamika kebudayaan bahari Mandar di tengah situasi yang sangat sulit. Di antara mereka yang mengalami situasi itu adalah Jamaruddin (usia 77 tahun). Dia meninggalkan Majene menggunakan perahu lete (18 ton) bersama dengan 60 orang Bababulo. Setelah mereka tiba di Pulau Kerasian, dia mempertahankan kehidupannya dengan bergiat kembali dalam pelayaran niaga. Dengan perahu lete Usaha Batu Licin (20 ton), dia dan teman-temannya mengangkut kopra dari Donggala, Tolitoli, dan Pasangkayu menuju Pulau Jawa terutama ke pelabuhan Gresik.

Para pemilik kopra (orang Mandar, Bugis, dan Kaili) biasanya juga ikut berlayar dengan perahu ke Jawa. Di tempat yang disebut terakhir, mereka difasilitasi oleh seorang pengusaha sukses, Haji Huduri, dari Pambauwang. Menurut Hefdi (70 tahun), rumahnya sering menjadi tempat singgah sementara bagi awak perahu dan petani kelapa yang menjual kopra kepada ayahnya. Huduri sangat dikenal oleh pelaut Mandar. Ia memiliki sebuah badan usaha, bernama CV Marendeng. Kopra tersebut kemudian dijual lagi kepada pengusaha Cina.

Seorang pelaut tua Mandar, Muhammad Said (usia 75 tahun), mengatakan bahwa perahu Mandar menjadi penyedia angkutan (sewa) kayu ulin dari Kalimantan Timur ke Sulawesi Selatan tujuan kota pelabuhan Parepare. Setelah bongkar muatan, perahu menuju pusat pemukiman Mandar di Ujung Lero, lalu berlayar tanpa muatan ke Pulau Kerasian. Dari pulau ini, perahu berlayar lagi ke Donggala untuk memuat kopra yang dibawa ke Surabaya. Perahu-perahu Mandar bongkar muatan di pelabuhan Kapapul, kemudian kembali ke Donggala memuat aneka barang kebutuhan pokok penduduk milik pedagang Cina. Barang-barang itu sering menjadi alat tukar untuk mendapatkan kopra.

Perahu Mandar kadang sampai berbulan-bulan di pantai barat Sulawesi tengah menunggu petani mengolah kelapanya menjadi kopra. Bahkan tidak jarang mereka juga ikut membantu memproduksi kopra, yang selanjutnya menjadi muatan perahu ke Jawa. Aktivitas tersebut menyuburkan interaksi lintas suku bangsa. 

Setelah perdagangan kopra mulai menurun pada akhir 1970-an, pelaut Mandar memperluas usaha pengangkutan kerikil antar pesisir pantai timur Kalimantan, di samping memuat kayu, kopra, dan ikan kering dari Kalimantan Selatan ke Jawa terutama pelabuhan Panarukan, Pasuruan, dan Gresik. Pada saat itu orang di sini masih pakai perahu jenis lete dan baqgo, kata Muhammad Tahir (usia 63 tahun), tokoh masyarakat Mandar di Tanjung Lalak (07/11/2022).

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa kebudayaan bahari tidak mati akibat kekacauan Negeri Mandar pada 1957, atau setelah pelaut meninggalkan kampungnya ke Kalimantan Selatan.

Orang Mandar menjadi aktor utama jaringan niaga Selat Makassar dan Laut Jawa. Mereka berkontribusi penting dalam memperkuat simpul-simpul jaringan ekonomi, kultural, dan politik antar wilayah (Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi) yang sempat terganggu akibat gangguan keamanan di Indonesia pada 1950-an dan 1960-an.   

Tulisan ini diolah dari hasil riset kolaboratif Dosen Sejarah UIN Lampung dengan Tim Peneliti BRIN tahun 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun