Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Satu Dekade Menjadi Korwil PKH

1 Juni 2020   14:21 Diperbarui: 2 Juni 2020   07:54 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Abd. Rahman Hamid (Korwil PKH Sulawesi Selatan 1)

Every man his own historian”, demikian satu ungkapan mengenai pentingnya menulis sejarah. Bertepatan 75 tahun lahirnya Pancasila, hari ini Program Keluarga Harapan (PKH) di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah genap berusia satu dekade (1 Juni 2010-2020).   

Begini Awalnya  

Ketika melamar pekerjaan ini (Maret 2010), saya memilih wilayah tugas untuk Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana pengumumannya. Tetapi entah mengapa, saat wawancara, jumlah peserta yang kalau tidak salah ingat 16 orang, kami diminta memilih satu atau dua provinsi sekaligus. Tentu ini bukan pilihan mudah.

Saya pikir ini adalah tantangan yang harus dipilih dan mengandung nilai strategis dalam suatu kompetisi. Saya memilih dua provinsi, sesuai tawaran tim pengujui (Oetami Dewi, Buyung Rochim, dan Moch. Aswad). Ternyata, tidak cukup hanya memilih, kami harus memberikan alasan yang logis. Setiap orang mengajukan alasan untuk bisa meyakinkan penguji. Pengalaman dalam bidang yang relevan, misalnya pekerja sosial atau tenaga ahli, sudah barang tentu menjadi pertimbangan penting.

Ketika tiba giliran menjawab, saya katakan bahwa “saya adalah pendatang baru di dunia sosial”. Ini pertama kalinya keluar dari kelas (pengajaran). Selama ini, setelah lulus sarjana (2004), saya pengajar sebagai dosen Luar Biasa (LB) di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Makassar (2005-2009), Jurusan Ilmu Sejarah Unhas (2010), dan pengajar Mata Pelajaran IPS-Sejarah pada Bimbingan Belajar Ganesha Operation cabang Makassar (2004-2007).    

Apa yang menarik dari pengalaman Anda yang bisa membuat kami yakin bahwa Anda layak untuk posisi ini, termasuk pilihan dua provinsi di luar rencana pertama? begitulah kira-kira pertanyaan penguji.  

Tanpa berbasa-basi, saya menyampaikan pengalaman kuliah ketika proses penelitian tugas akhir (skripsi dan tesis). “Semua lokasi riset saya, tidak pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya hanya mengetahuinya lewat bacaan”. Setelah itu, saya mulai bercerita, layaknya pengajar menyampaikan kuliah di kelas kuliah.

Tahun 2004, saya riset (skripsi) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, tentang gerakan DI/TII, suatu tema yang agak sensitif kala itu, karena mengenai kisah kelam masyarakat pada masa itu. Tak jarang, orang yang saya temui mengatakan “saya tidak tahu”. Namun, dengan pendekatan tertentu, pada akhirnya mereka mau menceritakan pengalamannya kepada saya. Hal itu juga dialami saat riset (tesis) di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara tahun 2007, mengenai pelayaran masyarakat Buton. Bagian dari riset terakhir juga agak sensitif, karena antara lain mengenai pengalaman pelaut melintasi “batas negara” ke Singapura, Tawau (Malaysia), dan Tawao (Filipina). Saya mencoba meyakinkan para pelaku sejarah, bahwa informasi yang saya butuhkan murni adalah untuk kepentingan akademik agar saya bisa selesai kuliah, seperti bila (ada) anak mereka kuliah. Alasan yang terakhir sering saya gunakan dan Alhamdulillah membuat mereka yakin dan akhirnya mau bercerita kepada saya.    

Saya tidak tau, apakah jawaban itu memenuhi harapan para penguji! Saya lanjutkan, bahwa jika kegiatan tersebut bisa saya lalukan, dengan dana sendiri dan waktu yang terbatas, juga tanpa pengetahuan langsung soal lokasi, maka tentu akan berbeda dengan tugas saya kelak di sini, jika lulus. Saya akan diperjalankan oleh pemerintah dengan biaya dan waktu yang tersedia. Lagi pula, jelas dengan siapa nanti saya akan bertemu di setiap daerah bila bertugas. Kira-kira, jawasan saya itu menunjukan tantangan dan cara mengatasinya, berikut pendekatan yang digunakan di lapangan. 

Saya juga tidak tau, entah mengapa, seorang penguji yang tampak ‘garang’ dengan pertanyaan-pertanyaan ‘menjebak’ berkata begini: dalam pekerjaan ini dibutuhkan kemampuan menulis untuk membuat laporan kerja. Bisa ceritakan pengalaman Anda yang relevan dengan itu? Pertanyaan ini, tampaknya, sangat menguntungkan. Pada hari itu tulisan saya dimuat di harian Fajar (1/4/2010) berjudul “Runtuhnya Teori Balapan”. Sudah lebih satu minggu saya mengirim tulisan itu kepada redaksi. Biasanya, bila issunya menarik, akan terbit dua atau tiga hari kemudian. Alhamdulilah, ia itu terbit di saat yang tepat. Seorang penguji meminta panitia mengambil harian Fajar untuk mengeceknya, dan ternyata benar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun