Mohon tunggu...
Pendidikan

Perjalanan Demokrasi di Indonesia

1 Desember 2018   21:35 Diperbarui: 1 Desember 2018   21:41 8569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem pemerintahannya.

Berbicara tentang sejarah demokrasi di Indonesia, negara ini memang memiliki pergolakan sejarah yang cukup panjang mengenai hal ini. Mulai dari sebelum merdeka, pasca-kemerdekaan, sampai pada saat ini demokrasi selalu menuai perdebatan.

Sejarah Demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode : periode 1945-1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan periode pasca Orde Baru.

Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan

Tahun 1945 -- 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :

  • Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
  • Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
  • Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer

Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang parlementer, dimana presidensebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

  • Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik
  • Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
  • Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
  • Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

  • Bubarkan konstituante
  • Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
  • Pembentukan MPRS dan DPAS
  • Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1959
  • Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi parlementer mulai diberlakukan sebulan sesudah kemerdekaan diproklamasikan. Namun model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya berdemokrasi masyarakat Indonesia untuk mempraktikkan demokrasi model Barat, telah memberi peluang yang sangat besar kepada partai partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
  • Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan sistem Demokrasi Parlementer, yang pada akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi agama dan kesukuan. Pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik di masa ini tidak mampu bertahan lama, koalisi yang dibangun sangat mudah retak. Hal ini menimbulkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi faksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat malah mengancam berjalannya demokrasi itu sendiri.

Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun