Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

In Memoriam: Rosihan Anwar, Wartawan Segala Zaman

14 April 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:49 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13027548502029290575

Pagi tadi pukul 08.35 WIB, wartawan senior Rosihan Anwar meninggal dunia saat dalam perjalanan dari rumah duka ke Rumah Sakit Metro Medical Center, Kuningan, Jakarta Selatan. Demikian berita yang baru saya baca di VIVAnews.com. Pagi itu saat sarapan Pak Rosihan tiba-tiba mengeluhkan dadanya sakit. Beliau pun buru-buru dibawa ke rumah sakit. Sebelumnya, Pak Rosihan baru menjalani operasi by pass jantung, dan baru sehari berada di rumah setelah dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita. Namun Tuhan berkehendak lain di usia 89 tahun beliau berpulang ke pangkuan-Nya. Saya sudah lama mengenal beliau, meski belum pernah bertatap muka dan bertegur sapa, namun saya merasa dekat karena suka membaca tulisan-tulisannya di media massa, terutama tulisan kenangannya tentang seorang tokoh dalam "In Memoriam". Tulisan-tulisan itu sering dimuat di harian Kompas. Tulisan "In Memoriam" itu begitu unik di tangan beliau karena Pak Rosihan selalu menggali hal-hal yang belum banyak diketahui orang tentang tokoh tersebut. Setiap habis baca, pasti saya selalu berkata dalam hati, "Oooo, begitu ya" sambil tersenyum. Kebiasaan menggali hal-hal unik yang belum diketahui oleh orang banyak itu bisa dibaca dalam kumpulan tulisannya tentang sejarah kecil Indonesia yang berjudul "Sejarah Kecil (Petite Histoire) Indonesia" yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas. Buku sejarah kecil itu sudah terbit sebanyak 4 jilid. Membaca buku itu jadi mengingatkan saya tentang Mas Wisnu Nugraha yang "mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting" tentang Pak Beye. Begitu pula dengan buku Pak Rosihan itu, dalam buku sejarah kecil tersebut beliau menggali hal-hal kecil dan unik yang belum pernah kita ketahui dari suatu peristiwa sejarah. Kalau bisa disebut Pak Rosihan "mengabarkan sejarah yang tidak penting agar tetap menjadi penting" sehingga kita menjadi lebih mencintai sejarah dan negeri kita. Banyak karya tulis yang sudah Pak Rosihan tulis, termasuk karya sastra, wajar kalau beliau saya sebut juga sebagai seorang sastrawan. Selama karir wartawannya, beliau memiliki idealisme tinggi, pikiran-pikirannya sangat kritis. Hidupnya dia dedikasikan untuk dunia jurnalistik. Beliau pula yang mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946 bersama Herawati Diah.  Untuk pengabdiannya itu, Pak Rosihan mendapat penghargaan 'Life Time Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat pada tahun 2007. Awal karirnya sebagai wartawan dimulai sebagai seorang reporter Asia Raya di masa pendudukan Jepang tahun 1943. Empat tahun kemudian Pak Rosihan menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961) dan kembali berlanjut menjadi Pemred harian Pedoman dari tahun 1968 hingga 1974. Selama periode tahun 1967-1971, Pak Rosihan pernah menjadi koresponden harian The Age, Melbourne, harian Hindustan Times New Delhi, Kantor Berita World Forum Features, London, dan mingguan Asian, Hong Kong. Untuk periode 1976-1985, beliau juga menjadi koresponden The Straits, Singapura dan New Straits Times, Kuala Lumpur. Bahkan sejak tahun 1976 hingga sampai akhir hayatnya, Pak Rosihan menjadi kolumnis Asiaweek, Hong Kong. Di organisasi kewartawanan yang beliau dirikan, Pak Rosihan Anwar pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mulai 1970-1973, menjadi Ketua Pembina PWI Pusat (1973-1978), dan terakhir menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat sejak 1983 hingga sekarang Jasa beliau bagi kemajuan perfilman Indonesia pun cukup besar. Tahun 1950 bersama Usmar Ismail, beliau mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Pak Rosihan juga pernah main film. Film pertamanya berjudul Darah dan Doa, di film itu beliau menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film Terimalah Laguku. Sejak akhir 1981, beliau aktif mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan menjadi kritikus film sampai sekarang. Banyaknya peran yang beliau sandang tersebut, Pak Rosihan Anwar lebih tepat dikatakan sebagai seorang sejarawan, sastrawan, bahkan budayawan. Itulah sosok Pak Rosihan yang hampir tak ada tandingannya. Beliau juga disebut sebagai wartawan 5 zaman. Ia aktif menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan sejak zaman kolonial, orde lama, orde baru, orde reformasi, hingga saat ini. Kini, saya tak lagi bisa baca tulisan "In Memoriam" nya di harian Kompas. Tulisan yang bisa membuat saya merenung tentang arti kehidupan dan kematian. Pak Rosihan Anwar yang dilahirkan di Sumatera Barat tanggal 10 Mei 1922 itu sudah dipanggil ke haribaan-Nya pagi tadi. Sumber referensi: wikipedia, PWI, Kompas Sumber gambar: vivanews.com; inilampung.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun