Pada zaman dahulu, disekitar Kesultanan Demak Bintara (Kerajaan Demak). Terdapat pemuda pemuda, pelajar, dan anak-anak. Baik keturunan bangsawan maupun rakyat biasa semua belajar disana. Dari mereka yang masih belia hingga dewasa dan telah siap bertanggung jawab atas kerajaan.
Pangeran Purwokesumo merupakan anak kandung dari Pangeran Benowo putra dari Sultan Hadiwijaya. Ketika pangeran sudah mulai dewasa dan sudah saatnya menemukan jati diri, Pangeran Purwokesumo pergi meninggalkan kerajaan dan menemukan sebuah tempat yang dianggap strategis. Ia ber keinginan untuk membuka sebuah lahan di tempat itu yang awalnya adalah hutan belantara. Tempat itu terletak di sebelah timur desa Klepu yang sering disebut oleh masyarakat setempat Desa Bogo.
Namun , kedatangannya terlambat karena telah didahuli oleh seseorang dari Kesultanan Surakarta yang bernama Kyai Kalang, Kyai datang bersama dengan binatang peliharaannya yaitu seekor harimau yang besar. Antara Purwokesumo dan Kalang sama-sama menginginkan wilayah itu. Peperangan pun terjadi, mereka saling beradu kekuatan untuk mendapatkan wilayah yang mereka inginkan itu.
Karena tidak ada yang kalah akhirnya mereka melakukan sayembara. Kyai Kalang memberikan tantangan kepada sang pangeran untuk memecah kan batu besar yang berada ditengah sungai. Pangeran Purwokesumo menyanggupi tantangan dari Kyai Kalang. Kyai Kalang meminta harimau peliharaannya untuk menjaga Pangeran Purwokesumo agar tidak melakukan kecurangan.
Hari demi hari dilalui sang pangeran tidak menemui hasil karena batu ditengah sungai itu di jaga oleh ular besar yang siap menyantap siapa saja yang dating kepadanya. Karena putus asa sang Pangeran meminta bantuan kepada saudaranya di Bergas, yaitu Nyai Sumi istri Raden Jogonegoro, yang saat itu merupakan penguasa daerah Bergas.
Sang pangeran dating dan menyapa Nyai sumi, kemudian Nyai bertanya tanya karena sudah lama pangeran tidak menemuinya. Sang pangeran menjelaskan semua maksud kedatangan nya untuk apa, kemudian Nyai menyanggupi permintaan saudaranya dan bergegas meminta berkat dari suaminya dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju bogo.
Sesampainya di sana, Nyai tidak ingin membuang-buang waktu dan langsung menyelesaikan tugasnya untuk membantu pangeran. Nyai mengambil selendang yang melingkarkan ketubuhnya, seketika itu juga selendang berubah menjadi sebuah cemeti yang sakti, saat cemeti itu diayunkan, datanglah petir yang menyambar-nyambar, dan kemudian mengenai batu besar itu. Terdengar suara yang menggelegar sampai menggetarkan daerah itu batu sayembara itupun hancur berkeping-keping. Tak cuma itu harimau peliharaan Kyai pun ikut mati karena kejadian peristiwa tersebut. Maka tempat matinya harimau itu mati.
Sayembarapun selesai, Nyai kembali ke Bergas. Pangeran berhasil memenangkan sayembara it, Namun sang Kyai mengetahui kejadian itu dan akhirnya berkata, “Kamu menang tetapi ini bukan karena mu sendiri, anak keturunanmu tidak akan bisa membuktikan jika tidak melalui kecurangan!”. Maka perang itu disebut dengan Perang Apus atau yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Perang dengan cara Berbohong’ karena dilakukan dengan kecurangan.
Sekarang anak keturunan Pangeran Purwokesumo yang merupakan penduduk asli dari daerah itu, mereka menyebut tempat tersebut dengan nama Desa Pringapus yang berasal dari kata ‘Perang apus’. Dalam masa pemerintahannya, Pangeran dibantu oleh seorang ulama dari Kerajaan Demak yang bernama Syaikh Basyaruddin, tetapi para pengikut Pangeran Purwokesumo sudah terkena kutukan dari Kyai Kalang bahwa mereka itu golongan orang-orang yang berbohong. Akhirnya Pangeran Purwokesumo dan pengikutnya memutuskan untuk berpindah ke wilayah barat dari Desa Bogo yang sekarang disebut dengan Desa Pringapus.
Simbol kejayaan dari pemerintahan Purwokesumo dan Syaikh Baayaruddin yaitu dengan dibangunnya sebuah masjid besar yang diberi nama masjid jami’ Basyaruddin.