Mohon tunggu...
abdil azizul furqon
abdil azizul furqon Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Asisten Peneliti

Pembelajar yang mencoba untuk menulis, mereview, meneliti, dan menjelajahi alam. Minat kajian hukum dan politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jika Prabowo-Sandi Mundur dari Kontestasi

24 Januari 2019   14:06 Diperbarui: 24 Januari 2019   14:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa pekan yang lalu, saya melihat media daring yang menyatakan sikap dari paslon 02 bahwa dia akan mundur dari kontestasi pemilihan presiden 2019. Hal ini diutarakan oleh Djoko Santoso pada saat safari politik di Malang. Selain disampaikan oleh Djoko Santoso, Amien Rais, selaku Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi juga menyampaikan hal yang sama.

Saya membaca disalah satu media, Djoko Santoso menyampaikan kemungkinan mundur karena KPU mengizinkan orang gila untuk memilih. Selain faktor tersebut, dia menyampaikan, Prabowo Subianto akan menyatakan mundur jika potensi kecurangan tak bisa dihindari.

Mengenai alasan yang pertama, yaitu membolehkan orang gila untuk berpartisipasi memilih, saya sudah sempat mengangkatnya di salah satu tulisan. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca tulisannya disini. Tulisan ini tidak menjelaskan mengenai faktor penyebabnya, tapi tulisan ini lebih kepada dampak yang muncul jika paslon 02 benar-benar mundur dari kontestasi ini.

Seperti yang disampaikan pada bagian awal tulisan, pada bagian ini saya hanya akan menjelaskan dampak didapatkan oleh paslon 02. Oleh karena kita adalah negara hukum, maka mari kita liat juga hukum yang mengatur mengenai pemilihan umum presiden, yaitu UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Tepatnya pada Pasal 236 dan Pasal 552 ayat 1 dan 2. Mengenai Pasal 236 adalah peraturan dasar yang mengatur pelarangan ditariknya calon atau pasangan calon yang sudah ditetapkan oleh KPU.

Kemudian untuk sanksi untuk pasal yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, diatur pada Pasal 552 ayat 1 dan 2. Mengenai ayat 1 pada Pasal 552, memang diperuntukan bagi calon Presiden dan Wakil Presiden. Pada pasal tersebut, apabila ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mengundurkan diri akan dikenakan sanksi.

Sanksi tersebut ada 2 (dua), pertama, sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Sanksi kedua, sanksi denda paling banyak sebesar 50 Miliar rupiah. Besar yah dendanya 50 Miliar, kalau kita jumlah dari secara personal kemudian dijumlah lagi dengan total partai koalisi yang mengusung bisa untuk masyarakat luas tuh.

Selain dijatuhkan pada untuk calon yang maju, sanksi juga dijatuhkan kepada pimpinan partai politik yang tergabung pada koalisi calon Presiden dan Wakil Presiden yang mundur. Hal ini diatur pada pasal yang sama namun ayat selanjutnya. Mengenai bentuk sanksi yang dijatuhkan, kurang lebih sama dengan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Selain hukum positif yang diatur pada UU No. 7 Tahun 2017, paslon 02 juga akan terkena hukum sosial. Hukum sosial itu hukum yang terdapat di masyarakat, meskipun tidak diatur pada peraturan yang sah. Namun hukum ini akan tetap berjalan di masyarakat. Misalnya dikucilkan, direndahkan, dan hukum sosial lainnya yang sering terjadi pada orang lain yang pernah terkena dampaknya. Bisa saja nanti calon Presiden dan Wakil Presiden beserta koalisinya dikatakan sebagai pengecut, itu misalkan lho, bahkan bisa saja lebih buruk lagi.

Untuk dampak yang muncul apabila benar paslon 02 itu mundur dari kontestasi pemilihan presiden 2019 adalah perpecahan di masyarakat. Lho kok bisa sih membuat perpecahan ? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita coba analisis bersama. Pertama-tama mari kita lihat hasil survei dari Charta Politika yang diterbitkan pada bulan Oktober, pasangan Jokowi-Kiyai Maruf dapat 53,2 % dan Prabowo-Sandiaga Uno sebesar 35,5 % kemudian untuk yang belum menentukan pilihan sebesar 11,3 %. Sementara pada Desember 2018, untuk Jokow-Kiyai Ma'ruf mendapatkan 53,2 % dan untuk Prabowo-Sandiaga Uno memperoleh 34,1 %, sementara 12,7 % belum menentukan pilihannya.

Setelah melihat hasil survei tersebut, mari kita lihat, berapa persen pemilih tetap untuk kedua pasangan calon. Menurut Yunarto Wijaya, selaku Direktur Eksekutif Charta Politika mengatakan bahwa rata-rata 80% suara yang diperoleh masing-masing calon pada survei adalah pemilih yang sudah tetap pada pilihannya.

Artinya kalau kita kalkulasikan dalam bentuk angka, jika 80% pemilih dari paslon 02 itu sudah kecewa atas kemunduran calon yang akan dipilih ditambah jika ada provokasi atau isu yang tersebar dengan alasan kecurangan, maka perpecahan dan saling tuduh pun akan muncul di masyarakat.  Selain itu, kepercayaan publik pada kelembagaan negara pun akan luntur. Itu hanya asumsi saya lho. Saya hanya memperkirakan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun