Mohon tunggu...
Abdy Busthan
Abdy Busthan Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Pendidikan

Penulis, Peneliti dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Non Causa Pro Causa

1 Mei 2020   06:58 Diperbarui: 1 Mei 2020   07:33 2140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wallpaperbetter.com

Tidak hanya sampe di situ saja. Katrin pun meraih sebotol Aqua yang berada di meja lalu menyemprotkan air yang berada dalam botol itu ke arah Nilam yang berdiri pas di samping Jose. Maka akhirnya keributan pun terjadi disitu. Singkat cerita, persoalan pun berlanjut ke pihak kepolisian.

Nah, apa yang sesungguhnya menjadi motif di balik tindakan Katrin ini? Ternyata, Katrin melakukannya atas "prasangka" yang salah. Katrin berpikir bahwa Jose adalah Josi tunangannya. Padahal Jose bukanlah Josi, yang meskipun keduanya mirip, tapi sebenarnya tak sama.

Ya, tanpa mau menyelidiki kebenarannya terlebih dahulu, Katrin bereaksi atas prasangka yang diletakkan pada tempat yang sesat. Pada titik ini, Katrin sudah melakukan kesesatan "non causa pro causa".

Dalam Injil Yohanes 1:46, Natanael sahabat Filipus dari Bethsaida juga pernah melontarkan pertanyaan dengan dasar prasangka ‘non causa pro causa’ ini.  Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"

Kita tahu bersama bahwa kota Nazaret berlokasi di pegunungan sebelah selatan Galilea, dekat persimpangan jalan kafilah besar dalam rute perdagangan masa itu. Itu sebabnya pasukan Romawi yang bertugas di Galilea ditempatkan di kota kecil ini. Sebab orang Nazaret selalu berhubungan dengan bangsa-bangsa dari seluruh dunia sehingga berita dunia cepat sampai kepada mereka. Mereka bersikap independen, tak terikat, yaitu sikap yang dianggap rendah oleh sebagian besar orang Yahudi.

Nah, barangkali inilah alasan di balik pertanyaan Natanael di atas. Sekali lagi, Natanael berprasangka buruk dan menyamaratakan semua penduduk kota Nazaret dengan alat ukur yang keliru. Padahal ada seseorang yang sungguh-sungguh baik hati tinggal disana, yaitu Sang Guru Agung: Yesus Kristus!

Begitupun dalam alam realitas ini. Kerapkali kita menilai sesuatu berdasarkan alat ukur yang ada pada pikiran kita, tanpa mau mempertimbangkannya berdasarkan perspektif orang lain.

Akhirnya, lahirlah sikap "tendentious" dengan menganggap bahwa kita adalah orang paling hebat dari orang-orang disekitar kita. Bahkan lebih ekstrim lagi, kita menganggap hanya kitalah makluk yg paling benar, dan paling sempurna di dunia ini.

Mari merenung sejenak, mungkinkah kita MENGASIHI sesama kita selama pikiran kita penuh dengan muatan kesesatan non causa pro causa? Alias prasangka buruk?

Wassalam. Hormat di bri
Oleh. Abdy Busthan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun