"Seandainya kebahagiaan itu bisa dibeli. Aku tak ingin menjualnya sebab rumah ini terlalu puitis untuk ku miliki."Â Kata Maria memegang ucapannya dalam-dalam.
Satu tahun lalu, ingatku. Aroma langkah kaki anak desa memenuhi pojok-pojok kampus. Sedangkan sisanya yang sudah dari kota terlihat begitu santai mendengarkan arahan kegiatan penerimaan Mahasiswa baru. Ya, begitulah suasana yang harus kami terima. Suka atau tidak suka, di dalam sebuah proses kita tak boleh banyak protes.
"Kaka pung nama siapa?"
Suara seorang gadis pelan-pelan mendekati bahu kananku. Sementara ia terlihat bergerak ke sayap kiri agar suasananya semakin menjadi teka-teki.
"Mahasiswa baru juga ko kaka?"
Gadis itu sudah tepat di depan garis biru mataku. Mata orang kampung yang terapung menahan panasnya sinar matahari ditambah cerewetnya gadis ini. Saya lebih memilih untuk menepi sebelum benar-benar menjawab pertanyaan gadis itu.
" Iya. Saya mahasiswa baru"
Dengan logat yang masih lebat. Saya harap gadis ini tidak ingin melanjutkan lagi pertanyaannya.
" Kaka, kalau boleh tau, kaka jurusan apa e?"
Sayangnya! untuk kesekian kalinya saya salah memberi tafsiran. Akhirnya saya lebih memilih berpura-pura tuli meskipun beberapa pernyataan kembali lagi gadis itu lontarkan.
**
Bersembunyi Di Antara Pukul 11:12 Dan 12:12.
"E...Kaka bukannya yang be lihat di bawah tadi tu ko?."
Dua kali pertemuan ini membuat saya sedikit kaku. Mengapa gadis ini?. Kenapa mulutnya tidak disumbat saja?
" Kaka kenapa?. Be terlalu cerewet ko?. Atau Kaka son suka dengan be yang banyak tanya e?"
Seandainya dia tahu bahwa benar apa yang ia katakan. Saya ingin gadis ini dikurung dalam kesadaran. Bahwa sifatnya itu membuat saya semakin tidak betah berhadapan dengan dirinya.