Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karir Politik Luthfi Hasan Ishaaq Tamat

17 September 2014   16:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:26 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1410933134839971599

Luthfi Hasan Ishaaq (sumber; tribunnews.com)

Selain memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara, Mahkamah Agung (MA) juga mencabut hak politik pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 5 Agustus 196i itu dan menjadikan karier politiknya kandas alias tamat. Vonis ini sekaligus merupakan yang tertinggi di antara semua politisi yang terjerat kasus korupsi, dan diharapkana bisa memberikan efek jera dan meninggalkan perilaku korupsi. Baca disini

Majelis kasasi menilai, Pengadilan Tipikor dan PT DKI Jakarta kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan hukuman bagi lulusan Punjab University, Pakistan master dalam program Islamic Studies seperti disyaratkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal yang memberatkan, salah satu pendiri PK pada tahun 1998 yang merupakan cikal bakal dari PKS itu sebagai anggota DPR melakukan hubungan transaksional menggunakan kekuasaannya demi fee. Perbuatan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) periode 2009 - 2014 itu menjadi ironi demokrasi. Sebagai wakil rakyat, dia tidak melindungi dan memperjuangkan nasib petani peternak sapi nasional.

Pencabutan hak politik itu juga sesuai dengan tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Vonis ini membuat karier politik nggota DPR dari Fraksi PKS periode 2009 - 2014 itu berakhir. Terkait putusan MA, Kepala Humas PKS Mardani Alisera mengatakan, keputusan itu bagian dari proses penegakan hukum yang harus dihormati. Meski demikian, langkah hukum lanjutan akan ditempuh Luthfi karena masih ada ada hak peninjauan kembali (PK).

Terkait pencabutan hak politik mantan Presiden PKS oleh MA, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyatakan hal ini harus menjadi rujukan bagi hakim pengadilan di bawahnya. Sebab selama ini, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) belum pernah mencabut hak politik terdakwa, meskipun jaksa KPK telah memasukkannya dalam tuntutan.

Menurutnya, hal itu penting karena banyak fakta yang tidak terbantahkan telah terjadi privatisasi dan personalisasi kekuasaan oleh pejabat publik secara melawan hukum. Transaksional juga semakin masif. Karena itu, dia mengapresiasi putusan itu dan segera melakukan eksekusi setelah menerima salinan putusan MA. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai, putusan MA sebagai langkah progresif.

Sementara itu, menurut Busyro, kasus suap impor daging sapi merupakan korupsi sistemik. Seharusnya, kebijakan itu untuk memproteksi peternak untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri. Namun yang terjadi justru sebaliknya. KPK juga berencana menjadikan putusan kasasi itu sebagai standar tuntutan terhadap terdakwa yang lain.

Menurutnya, dalam kasus Luthfi, ada unsur mentransaksikan kekuasaan untuk memburu suap Rp 1,3 miliar dari Rp 40 miliar yang dijanjikan. Hal itu jadi bukti pelanggaran hak asasi manusia, terkait ekonomi, sosial, dan budaya. Terutama,  terhadap peternak. Pelakunya anggota DPR sekaligus Presiden PKS. Dia memperdagangkan pengaruh jabatan publiknya. Karena itu, tuntutan jaksa KPK diletakkan dalam semangat kerakyatan dan pembebasan kaum tertindas oleh kekuasaan.

Pria yang menguasai beberapa bahasa, dan pernah tinggal di Belanda selama beberapa tahun dihukum karena terbukti menggunakan kekuasaannya sebagai anggota DPR dan Presiden PKS untuk memuluskan PT Indoguna Utama memperoleh izin/kuota impor daging sapi dari Kementerian Pertanian. Hal itu dia lakukan demi imbalan/fee Rp 40 miliar. Bahkan, Rp 1,3 miliar di antaranya telah dia terima melalui Ahmad Fathanah.

Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, tokoh PKS yang paling tinggi tingkat elektabilitas atau keterpilihan sebagai calon presiden di Pemilu 2014 dibanding tokoh-tokoh PKS lainnya itu divonis 16 tahun penjara. Pengadilan juga menjatuhkan hukuman tambahan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya memperbaiki subsider denda, yaitu dari satu tahun kurungan menjadi enam bulan kurungan. Dua pengadilan itu tidak mencabut hak politik pria yang diduga melakukan praktek poligami itu.

Atas putusan itu, Luthfi mengajukan banding ke tingkat kasasi. Namun di tingkat kasasi, majelis hakim yang terdiri atas ketua Artidjo Alkostar serta anggota M Askin dan MS Lumme justru memperberat vonis bagi Luthfi, Senin (15/9). Dia dijatuhi 18 tahun penjara. Vonis majelis kasasi atas perkara dengan Nomor 1195 Kasasi Pidsus 2014 itu juga memutuskan denda Rp 1 miliar. Jika Luthfi tidak bisa membayar, denda diganti dengan 6 bulan penjara. Majelis kasasi juga menambah hukuman bagi pria yang pernah menjadi supervisor pengembangan PKS di Eropa dengan pencabutan hak politiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun