Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Aku dan Stroke (Part 2)

7 Juni 2016   12:02 Diperbarui: 7 Juni 2016   15:36 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rutin cek kesehatan (foto; madubima)

Sudah sekitar 6 tahun  yang lalu penulis terindikasi hipertensi alias darah tinggi. Berapa? pertama terdeteksi sudah 190/110, setelah diobati naik turun di seputaran 180/100. Tensi terndah hanya bisa turun sampai angka 170/90, itu pun dalam kondisi yang paling santai. Berpindah-pindah klinik/dokter lainnya pun belum menghasilkan perkembangan yang menggemberikan. Saran agar penulis mengurangi konsumsi garam dan berhenti merorokok sebagian sudh dicoba.  Mengurangi garam? Seperti apa dan seberapa konsumsi garam yang boleh dikonsumsi menjadi persoalan tersendiri bagi penulis, makanan tak asin, tentu tak enak. Berhenti merokok? Penulis sudah mencoba hingga 6 bulan, tapi tidak merubah tensi, bahkan belakangan tensi penulis tembus hingga 200/130, Alamak! Ini stroke resikonya, batin penulis. Baca selengkapnya : Aku Dan Stroke (Part-1)

Sabtu,  29 Agustus 2015 adalah waktu yang tak terlupakan oleh penulis. Seperti bisa, pagi itu setelah shalat subuh penulis meminum segelas air putih sebelum melaksanakan aktivitas yang lain. Tapi pagi itu tidak seperti pagi-pagi biasanya, usai minum satu gelas air, tiba-tiba tenggorokan seperti tersedak sesuatu. Setelah itu, mulut terasa berat untuk mengeluarkan kata-kata, seperti ada yang menyumbat di tengah-tengah tenggorokan. Untuk mengucapkan dua tiga patah kata terasa berat sekali. Saat melihat kejanggalan pada diri penulis, istri bertanya kenapa? Dengan kata-kata yang sedikit tersendat, penulis jawab tidak apa-apa, mungkin kecapaian atau radang tenggorokan, dibawa istirahat besok juga sembuh.

Sementara tak ada keluhan yang lebih berat dari itu, sulit berbicara. Karena itu penulis tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, termasuk menyetir kendaraan mengantar istri ke sekolah. Karena hari Sabtu penulis libur, usai mengantar istri penulis langsung mencuci sepeda motor, mencuci gerobak dan mengepel rumah. Setelah itu baru istirahat. Sekitar pukul 11.00 WIB penulis menjemput istri, dalam perjalanan tidak banyak bicara, karena untuk berbicara sangat sulit. Untuk mengeluarkan 4-5 kata penulis harus seperti dipaksa harus mengerahkan tenaga sebanyak-banyaknya. Jika tidak mengerahkan seluruh tenaga, suara yang keluar dari mulut sangat lirih, nyaris tidak terdengar.

Saat memaksakan diri untuk berbicara dengan tenaga yang maksmimal, efeknya mulai dari belakang leher ke bawah hingga punggung, dari leher hingga ubun-ubun kepala dan dari pundak hingga menjalar ke lengan tangan kanan seperti tertarik begitu kencang, sakit, finally keringat bercucuran seperti usai berolah raga. Bahkan siang itu tangan kanan sudah mulai terasa seperti semper (gapai). Meski kepada istri masih mangatakan "tidak apa-apa", tapi perasaan penulis mulai dihinggapi perasaan tidak enak, jangan-jangan ini serangan stroke. Perasaan tidak enak itu semakin kuat, ketika penulis mencoba menulis angka 1.000 pada secarik kertas, ternyata hasilnya jauh dari harapan. Angka yang semestinya tertulis sempurna 1.000 ternyata goresan tinta pertama angka 1, goresan kedua angka 0, goresan ketiga angka o (0 kecil) dan goresan terakhir hanya mampu menyisakan titik saja, jadilah angka itu seperti ini : 1.0o.

masih kurang yakin, penulis mencoba memencet tombol HP, hasilnya sungguh di luar dugaan. Tombol yang dituju (dalam pikiran) angka 2 tapi yang terpencet angka 5, tombol yang dituju angka 5 tapi yang terpencet angka 8, demikian seterusnya diulang-ulang hasilnya tetap sama. Pikiran penulis tiba-tiba teringat saat  penulis menyaksikan seorang saudara tengah diserang stroke. Waktu itu, penulis bertamu ke rumah seorang saudara, sebut saja namanya Bapak X, setelah dipersilahkan masuk terlihat tuan rumah tengah duduk di sofa. Saat kami masuk, yang bersangkutan tidak beranjak dari tempat duduknya dan kami yang ngalaih mendekat ke tempat duduknya untuk bersalaman. Dengan sedikit terbata-bata pria itu mengaku sedang sedikit kurang enak badan, sementara  istrinya tengah bepergian.

Beliau sendirian di rumah, hanya ditemani anaknya yang baru pulang dari rumaht karena kecelakaan. Jadi tak ada minuman, tak ada suguhan apapun, karena sang bapak tetap duduk di sofa, sang anak pun tengah berbaring istirahat di kamarnya. Kami mencoba membukan obrolan dengan sang bapak tuan rumah ini, tapi sang bapak ini tidak banyak mengeluarkan kata-kata. Beliau mengaku kepalanya pusing dan tiba-tiba sulit untuk berkata-kata. "Arep ngomong rasane abot banget" (Mau berbicara rasanya berat sakali), katanya lirih, terbata dengan mimik muka yang begitu berat karena memaksa mengeluarkan energi yang berlebih. Keringatnya bercucuran di muka dan sekitaran leher. Melihat kondisi yang memperihatinkan, kami menawarkan untuk mengantarnya ke tempat tidur, tapi bapak itu menolak, dan kami tidak bisa memaksakannya, lagi pula kami juga tidak tahu kalau saat itu sebenarnya beliau tenggah diserang stroke. Karena situasi kurang kondusif akhirnya kami berpamitan, dan sore harinya kami mendapat khabar bahwa bapak X yang tadi kami kunjungi terkena serangan stroke. Penulis baru sadar, bahwa saat bertamu, gejala-gejala stroke itu tenah menyerang sang tuan rumah.

Apa yang dialami penulis, hampir sama persis dengan yang dialami bapak X karena penulis menjadi saksi sekaligus akhirnya mengalami kejadian serupa. Keyakinan penulis terserang stroke kian menguat, terlebih setelah Sabtu sore itu penulis bertandang ke rumah adik, tiba-tiba sang adik membuat pernyataan yang cukup mengejutkan. "Sepertinya kok bibir kakak sedikit  menceng (miring), kenapa?". Waduh perasaan makin campur aduk tidak karuan, terlebih saat pulang penulis menceritakan kepada istri dan dibenarkan kalau kalau bentuk wajah  menjadi tidak simetris, dan mata sipit sebelah. Istri langsung mengajak penulis untuk periksa kesehatan ke rumah sakit, tapi penulis menolak, masih dengan alasan yang sama, "Tidak apa-apa, gampang kalau besok tidak ada perubahan baru kita ke rumah sakit". BERSAMBUNG

Met Rehat Siang Semua!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun