Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BPK Ngotot Ada Kerugian di Sumber Waras

21 Juni 2016   14:32 Diperbarui: 21 Juni 2016   14:38 3103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BPK dan KPK sementara berbajat tangan (foto; kompas)

Pimpinan KPK telah mendatangi Gedung BPK pada Senin (20/6) untuk melakukan klarifikasi terkait hasil temuan BPK yang menyatakan bahwa ada kerugian pada kasus pengadaan tanah RS. Sumber Waras. Dari hasil pertemuan itu belum ada kesimpulan yang pasti, masing-masing supaya mendalami kembali kasus yang menyangkut nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Meski masih perlu proses pendalaman, BPK tetap kekeh jika pengadaan lahan Sumber Waras terdapat kerugian negara, sama seperti rilis hasil temuan sebelumnya.

Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi menegaskan, pihaknya tetap yakin bahwa ada penyimpangan dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras. Saat ini tim masih melakukan penelitian. ”Penyimpangannya tetap sempurna, bukan tidak berlaku. Hanya perbedaan itu belum ditemukan pelanggaran pidana, penelitannya masih dilakukan,” kata Eddy. (baca berita ini)

Ketua BPK Harry Azhar Aziz yang tak mau lembaganya “dipermalukan” karena hasil temuannya dianggap “mengada-ada” mengeluarkan pernyataan yang lebih lebih keras lagi. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta wajib melaksanakan rekomendasi BPK terkait kasus pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras, yakni mengembalikan kerugian negara Rp 191 miliar. Hal itu mengacu pada UUD 1945 Pasal 23 E Ayat 3 yang menentukan bahwa rekomendasi BPK harus ditindaklanjuti. Indikasi kerugian negara yang ditulis dalam laporan BPK, yakni Rp 191 miliar harus dikembalikan dan pengembaliannya merupakan kewajiban Pemprov DKI. Jika tidak dikembalikan, ada sanksinya. Selama ini BPK juga  menjadi satu-satunya lembaga sah yang mengaudit keuangan mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga ke pusat.

Usai pertemuan dengan BPK, Ketua KPK Agus Rahardjo langsung menggelar jumpa pers. Ada enam poin kesepakatan antara KPK dan BPK yakni, pertama, kedua lembaga menghormati kewenangan masing-masing. Kedua, BPK dan KPK telah melaksanakan kewenangannya masing-masing. Ketiga, KPK menyatakan bahwa sampai dengan saat ini belum ditemukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi. Sehingga, KPK belum membawa permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras ke ranah penyidikan tindak pidana korupsi.

Keempat, BPK menyatakan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras. Berdasarkan amanat UUD 1945, Pasal 23E Ayat 3, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap harus menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 yang telah diterbitkan oleh BPK. Kelima, BPK dan KPK akan saling bersinergi untuk melaksanakan tugas pokoknya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Keenam, semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Adil, melindungi bangsa ini dan selalu memberikan kebaikan pada kita semua. (selengkapnya baca; kompas)

Sepertinya, baik BPK maupun KPK tetap pada pendiriannya masing-masing. BPK kekeh bahwa hasil auditnya valid dan tidak bisa dipatahkan hanya oleh pendapat pihak ketiga seperti dosen dan pengamat. BPK kekeh bahwa hasil auditnya sudah sempurna, tidak akan ada perubahan status dari “sempurna” menjadi “tidak sempurna”, bahkan dari hasil pendalaman yang akan terus dilakukan, BPK yakin statusnya bisa meningkat menjadi “lebih sempurna”. Sementara KPK sendiri juga kekeh pada pendiriannya, bahwa tidak unsur tindak pidana dalam kasus Sumber Waras, pihaknya pun tidak akan meningkatkan status ke tahap penyidikan. Bisa saja dalam kasus Sumber Waras ditemukan penyimpangan administratif, tapi belum tentu berujung pada tindak pidana yang harus ditindaklanjuti dan ditingkatkan statusnya.

Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Choirul Huda sebagaimana dikutip sumber ini, menilai bahwa perbedaan hasil pengusutan itu diakibatkan bukan karena aturan yang dijadikan landasan, baik itu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2014 atau Perpres Nomor 71 Tahun 2012, namun karena ada semangat yang berbeda. Menurutnya, dalam pengusutan pengadaan tanah seluas 3,6 hektar itu BPK bersemangat untuk menyelamatkan keuangan negara, sedangkan KPK punya semangat menyelamatkan Ahok.

Hal serupa juga terjadi dalam penanganan kasus reklamasi pantai utara Jakarta, Menurutnya, dalam menangani kasus suap PT Agung Podomoro Land, KPK juga terlihat menyelamatkan Ahok. Entahlah, meminjam istilah Roy Suryo “Gusti Alloh mboten Sare!”, Siapa yang benar, BPK atau KPK, suatu saat (seharusnya) pasti akan terkuak. Istilah Jawanya “Becik ketitik, ala ketara” (Banyumas; 21 Juni 2016)

Bacaan; kompas, nahi, smcetak

Met Rehat Siang Semua!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun