Mohon tunggu...
Muhammad Akbar
Muhammad Akbar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dokter Untuk Para Tuna Rungu: Mendobrak Tembok Diskriminasi Untuk Para Tuna Rungu

4 September 2017   22:45 Diperbarui: 5 September 2017   08:10 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mengalami ketulian cukup tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, jumlah penduduk tuli di Indonesia diperkirakan sebesar 23,49 juta di seluruh Indonesia.1 orang yang mengalami disabilitas dalam bicara dan pendengarannya disebut dengan tuna rungu.

Tuna rungu di negara berkembang cukup banyak dan mereka telah membentuk komunitas untuk para tuna rungu. Para tuna rungu ini kerap mengalami kesulitan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk untuk mencapai layanan kesehatan yang memadai.2 Keterbatasan ini juga membuat mereka dikucilkan dari lingkungan pergaulan di masyarakat. 

Untuk memudahkan dalam berkomunikasi, para tuna rungu saling berkomunikasi dengan Bahasa isyarat. Saat ini, Bahasa isyarat telah berkembang dan merambah berbagai media visual seperti televisi yang telah menyajikan bagian bahasa isyarat. Akan tetapi, Bahasa isyarat belum digunakan secara luas di kedua aspek yang paling penting bagi hidup manusia yaitu pendidikan dan kesehatan.

Rencana pengobatan pasien pada saat ini baik secara personal, keluarga, dan komunitas bergantung pada proses komunikasi antara dokter, pasien, keluarga pasien, serta anggota komunitas di sekitar pasien.3 Bahkan, penegakkan diagnosis bagi pasien sebanyak 80% dilakukan melalui wawancara antara dokter dengan pasien.

Sedangkan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang bersifat konfirmatif atau mengkonfirmasi ulang penyakit yang telah ditegakkan melalui wawancara dokter atau pasien sebelumnya. Oleh karena itu, gangguan komunikasi seperti ketulian akan sangat menggangu proses komunikasi. Ditambah lagi, beberapa tuli telah diturunkan sejak lahir melalui genetik dan kemungkinan besar anggota keluarga yang lain mengelami hal yang sama. Kegagalan dalam berkomunikasi dapat menyebabkan kesalahan diagnosis yang ditegakkan oleh dokter.

Menurut Pancasila sila ke 5 tertulis "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", kesehatan juga harus merata untuk seluruh kalangan. Pemerintah dalam mencapai kesehatan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia tidak bisa selalu memperhatikan aspek "Kaya-Miskin". Penyandang disabilitas yang salah satunya penduduk tuna rungu juga perlu diperhatikan dalam hal mencapai akses kesehatan. Akses kesehatan tidak selalu mengenai biaya, tetapi banyak aspek lain yang harus diperhatikan seperti disabilitas. Keterbatasan ini juga menyebabkan seringkali terjadinya diskriminasi di layanan kesehatan. 

Komunikasi yang tidak baik antara pasien tuna rungu dengan pekerja kesehatan terutama dokter mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya diskriminasi di layanan kesehatan. Selain itu, program pemerintah saat ini menekankan aspek promotif-preventif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Tujuan dari program ini ialah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai gaya hidup sehat melalui edukasi dan konseling. 

Saat ini, metode konseling yang dilakukan disampaikan secara lisan dikarenakan dana yang dibutuhkan relative sedikit dibandingkan menggunakan media seperti brosur, pamflet, baliho, dan media lainnya yang relative mahal akibat biaya percetakannya. Akan tetapi, masyarakat tuna rungu akan kesulitan dalam mendapatkan informasi melalui lisan karena keterbatasan yang mereka miliki.

Hal ini memunculkan ide berupa Pelatihan Bahasa Isyarat Untuk Dokter. Hal ini ditujukan agar seorang dokter dapat berkomunikasi dengan pasien yang tuna rungu dan dapat memberikan diagnosis yang tepat bagi mereka. Selain itu, kegiatan ini dapat membuat para tuna rungu lebih mudah mengakses layanan kesehatan.

Kegiatan ini mulai banyak dicanangkan oleh mahasiswa kedokteran yang memahami pentingnya Bahasa isyarat untuk membantu pasien yang tuna rungu. Salah satu contoh yang dilaksanakan oleh Universitas Sultan Agung di Semarang dan Universitas lainnya di seluruh Indonesia. Mereka menjalin kerjasama dengan Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia atau Gerkatin. Kegiatan ini mengajarkan kepada mahasiswa kedokteran sebagai calon dokter di masa depan untuk mampu berbahasa isyarat untuk membantu berkomunikasi dengan pasien dan memahami kondisi tuna rungu di Indonesia. 

Pelatihan gerakan isyarat ini dilatih langsung oleh tuna rungu yang memahami Bahasa isyarat dan dibantu dengan alat peraga yang memudahkan dalam belajar bahasa isyarat. Mahasiswa kedokteran yang melakukan pelatihan ini dibimbing dalam kelompok kecil agar mereka memahami bahasa isyarat yang disampaikan oleh narasumber. Bahasa isyarat yang diajarkan masih cukup sederhana untuk melakukan komunikasi sederhana antara peserta dengan pembimbing di dalam satu kelompok. Latihan yang dilakukan langsung dipraktekkan kepada tuna rungu. Sehingga, peserta dapat langsung memahami Bahasa isyarat yang mereka pelajari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun