Mohon tunggu...
Abang Suher
Abang Suher Mohon Tunggu... Penulis - Tulis yang kamu kerjakan, kerjakan yang kamu tulis

Tinggal di Parepare, kota Pendidikan di Sulawesi Selatan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Pesantren ke Boarding School

18 Juli 2021   12:16 Diperbarui: 18 Juli 2021   12:56 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : koleksi pribadi

By. Suherman Syach

Tahun ini (2021), Hilya Aulia Makkatutu menyelesaikan studinya pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pesantren Modern (PM) Rahmatul Asri. Sebuah pesantren yang beralamat di kampung Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Pendirinya DR.H.A. Malik B. Masry, mantan Walikota Makassar. Bukan ulama, tetapi berhasil mendirikan dan membina pesantren ini menjadi salah satu pesantren ternama di Sulawesi Selatan. Semoga menjadi amal jariah beliau sepanjang zaman. Amin.

Anak sulungku itu berhasil melalui masa belajarnya di pesantren selama 3 tahun dan dinyatakan lulus. Predikat lulus, tentu saja bukan semata dimaknai sebagai kelulusan akademik (sekolah) belaka. Tetapi dia telah berhasil melalui proses yang cukup berat baginya. Tinggal di pondok dan terpisah dari orangtua di usia 12 tahun, tentu saja bukan perkara mudah bagi anak milenial sepertinya.  

Dibalik kelulusan itu, Chong begitu panggilan sayangku padanya, telah melalui proses hidup di pesantren dengan penuh tempaan, tantangan, dan masalah. Saya meyakini, proses hidupnya di pesantren meski pun singkat, tetapi memberi makna yang dalam terhadap dirinya. Melalui didikan pesantren, dia telah memperoleh bekal kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual sekaligus.

Bekal kecerdasan tersebut, meski dia sendiri belum merasakannya hadir sebagai potensi, karakter dan kompetensi dari dalam dirinya tetapi proses itu telah mengajarkannya banyak hal. Kecerdasan yang diperolehnya itu akan menjadi modalitas dan inner capacity baginya dalam menjalani kehidupannya saat ini dan masa datang.

Secara simbolik, Chong telah menyandang status "santri". Sebuah identitas bagi anak didikan pesantren. Sebutan santri adalah khas Indonesia. Tidak dimiliki oleh negara mana pun di dunia. Pesantren, sistem pendidikan khas ke Indonesiaan. Eksistensinya, sudah ada jauh sebelum Indonesia dinyatakan sebagai negara merdeka. Ia telah membangun dan menjadi tradisi dan kultur Indonesia.

Santri dan pesantren bagian tak terpisah dalam dinamika kebangsaan dan keindonesiaan. Kontribusinya sangat besar dalam merajut Indonesia. Bukan hanya berperang dan memerdekakan Indonesia, tetapi peranannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan jasa tak berbatas bagi bangsa dan negara. Pesantren dan santri telah mengantar Indonesia menjadi negara berdaulat dan bermartabat.

Menurut penulis, pesantren merupakan sistem pendidikan yang mendekati ideal. Bukan karena materi ajarnya, melainkan karena proses rekayasa belajarnya yang runtut dan kompleks. Meliputi ranah afektif, kognitif dan psikomotorik yang berlangsung selama 24 jam. Keseluruhan ranah pendidikan tersebut berlangsung integratif dan seimbang. Tidak hanya menonjolkan aspek kognitifnya, sebagaimana sekolah lainnya.

Proses kognitifnya diperoleh melalui peng-ajar-an formal dengan mata pelajaran yang jauh lebih padat dibanding sekolah pada umumnya. Jika, di sekolah umum hanya belajar ilmu yang dicap "ilmu pengetahuan umum", maka di pesantren modern seperti PM Rahmatul Asri mata pelajarannya dua kali lebih banyak. Selain belajar "pengetahuan umum", juga belajar ilmu yang dicap "ilmu pengetahuan agama". Melalui proses kognitif, kecerdasan intelektual santri tercapai.

Ranah afektifnya juga berjalan efektif melalui proses men-didik. Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap, perilaku, watak dan emosi. Keunggulan pesantren karena proses afektif berjalan dan diterapkan secara terkendali dan terukur. Standar nilai, etika, dan moral menjadi fatsum bagi setiap santri dalam menjalani kehidupan sosialnya di lingkungan pesantren. Melalui proses afektif, kecerdasan emosional santri tercapai.

Ranah psikomotorik tidak terlupakan dalam proses pem-bina-an di pesantren. Santri dibina untuk memperoleh basic life skill. Mereka dibina untuk hidup bersosial, hidup mandiri, kepemimpinan, kewirausahaan, manajemen waktu, dll. Bahkan secara spesifik, beberapa pesantren membekali santri dengan keterampilan bertani, beternak, berdagang, usaha kreatif, dan berbagai keterampilan hidup lainnya. Melalui proses psikomotorik ini, basic life skill santri tercapai.

Ranah pendidikan yang tidak masuk dalam teori taksonomi bloom adalah ranah spiritual. Ranah ini, justru menjadi distingsi pesantren dengan sistem pendidikan lainnya di dunia. Hanya di pesantren, spiritual menjadi pelajaran pokok dan utama. Proses spiritual ini tentu saja berjalan dengan baik, karena pesantren menerapkan proses koginitif, afektif dan psikomotorik dengan dasar utamanya adalah ajaran dan nilai-nilai agama (spiritualitas). 

Melalui sistem didikan pesantren, tingkat kecerdasan manusia, seperti Intelectual Quotient (IQ) , Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ) dan kecerdasan terbaru, Trancendental Quotient (TQ) akan terbentuk secara integratif dan seimbang. Sejatinya, profil santri atau alumni pesantren merupakan perwujudan insan kamil atau ulul albab, yaitu manusia manusia dalam pandangan Islam.

Apakah anakku, Chong sudah mencapai itu? Tentu saja belum, masih sangat jauh. Bahkan belum menjadi apa-apa. Perubahannya tetap ada. Progresifitasnya tidak mengecewakan. Saya pun, tidak melihat dan menilai hasil. Pastinya, dia telah menjalani dan berproses. Itu sudah sangat cukup sebagai sebuah ikhtiar. Selebihnya, saya berdoa dan hanya berharap kepada-Nya. Reski, berkah atau hidayah, hanya dari-Nya.   

Setamat dari Pesantren Modern Rahmatul Asri, Chong memilih sekolah lain. Ada berbagai alasan, dia tidak melanjutkan pendidikannya di sekolah yang sama. Pilihannya jatuh di salah satu SMA di kota Parepare, yaitu UPT SMA 5 Parepare. Sekolah ini agak berbeda dengan SMA pada umumnya karena menerapkan sistem boarding school atau sekolah berasrama.

Tidak banyak sekolah negeri yang menerapkan sistem boarding school. SMA 5 Parepare, satu dari sedikit sekolah di Sulawesi Selatan. Sistem boarding school memiliki kemiripan dengan pondok pesantren. Keduanya sama, peserta didik tinggal di asrama. Bedanya, ada pada mata pelajaran atau kurikulumnya. Di SMA, siswa memperoleh mata pelajaran yang lebih sedikit. Hanya pelajaran yang diklaim "ilmu pengetahun umum". Di pesantren, lebih dari itu.

Meski pun sekolah negeri, biaya bersekolah di boarding school jauh lebih mahal dibanding sekolah negeri lainnya. Di sekolah ini, orangtua harus menanggung asrama dan fasilitasnya, biaya makan atau living cost, dan biaya operasional lainnya. Kesemua biaya tersebut tidak bisa ditanggung negara. Mungkin dengan alasan itu, sekolah seperti SMA 5 Parepare hanya dihitung jari di Indonesia. High cost!

Semoga saja, Chong mampu berproses di sekolah ini. Saya tak berharap prestasi akademik. Jika dia mampu, tentu saja baik baginya. Tetapi yang terpenting, kemampuan dia menjalani proses belajar. Karena saya meyakini, proses belajar itulah yang memberinya ilmu pengetahuan, sikap dan perilaku, pengalaman dan skill. Sehingga kelak, dia menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesamanya, agama, bangsa dan negaranya. Amin ya Rabbal Alamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun