Mohon tunggu...
Abang Suher
Abang Suher Mohon Tunggu... Penulis - Tulis yang kamu kerjakan, kerjakan yang kamu tulis

Tinggal di Parepare, kota Pendidikan di Sulawesi Selatan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibadah Sosial

8 Juli 2021   13:00 Diperbarui: 8 Juli 2021   13:07 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pribadi : Alena Amira Makkatenni

By. Suherman Syach

Terkadang "ibadah" dimaknai sempit sebagian orang. Para awam menganggap ibadah keagamaan hanyalah yang bersifat ritual dan bersyariat khusus. Amalan selain ibadah ritual tersebut, mereka tidak menggolongkannya sebagai ibadah. Implikasinya, mereka menilai hanya ibadah ritual yang menjadi sarana penyembahan kepada Allah Swt dan berharap memperoleh pahala darinya. Sementara amalan selainnya, bukan bentuk ibadah penyembahan kepada-Nya dan mereka tidak berharap ganjaran pahala dari amalan tersebut.  

Pandangan seperti ini, tentu saja parsial dan menyempit. Dalam Islam, hakikat dari ibadah adalah kepatuhan dan ketundukan hanya kepada Allah Swt. Ibnu Taimiyah mengartikulasi ibadah dengan segala yang mencakup perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.

KH. Ali Mustafa, Imam besar Mesjid Istiqlal Jakarta menyebut ibadah dalam dua jenis, yaitu ibadah individual (qashirah) dan ibadah sosial (muta'addiyah). Ibadah individual, manfaat dan pahalanya hanya dirasakan oleh pelaku ibadah itu saja. Ibadah individual lebih identik dengan ibadah mahdhah. Ibadah mahdhah merupakan ibadah yang secara khusus telah ditetapkan ketentuannya oleh Allah Swt dan Rasulullah Saw yang lebih berorientasi pada hablum minallah. Ibadah yang masuk dalam kategori ini, yakni ibadah shalat, puasa, zakat, haji, umrah, thaharah dan lain-lain.

Sebaliknya ibadah sosial, pahala dan manfaatnya bukan hanya dirasakan pelakunya tetapi juga orang lain. Ibadah sosial lebih identik dengan ibadah ghair mahdhah yang berorientasi pada hablum minannas. ibadah ghair mahdha merupakan ibadah yang tidak berkentuan khusus pelaksanaannya dari Allah Swt dan Rasulullah Saw. Amalan yang masuk kategori ini adalah amal-amal shaleh, seperti tolong menolong, kesabaran, nasehat menasehati, menuntut ilmu pengetahuan, saling menghormati, jujur dan lain-lain.

KH. Ali Mustafa mengkritik umat Islam yang lebih mementingkan pelaksanaan ibadah individual dari pada ibadah sosial. Menurutnya, umat Islam sibuk mengejar keshalehan individual tetapi mengabaikan keshalehan sosial. Egoistik beragama ini berdampak pada kehidupan umat Islam yang pada umumnya mengalami keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan kemelaratan.

Pada prinsipnya, Islam adalah agama yang menempatkan kemanusiaan sebagai nilai fundamental. Bahkan menjadi misi utama atas kerasulan Muhammad Saw, yaitu menjadi rahmatan lil 'alamin. Islam hadir untuk menjadi panduan bagi umat manusia dalam mengukuhkan eksistensi dan fitrahnya sebagai mahluk sosial. Relevansi nilai-nilai sosial dalam Islam terbaca dalam deretan dalil-dalil naqliyah, antara lain dalam QS. al-Maidah ayat 2, QS. al-Hujarat ayat 10-13, QS. Lukman ayat 10, QS. al-Ankabut ayat 45, dan banyak ayat-ayat yang lain.

Ibadah sosial setara atau sama pentingnya dengan ibadah individu. Bahkan ibadah individu itu harus berimplikasi sosial, misalnya shalat, puasa dan zakat. Allah Swt mengisaratkan agar orang yang shalat senantiasa berbuat ma'ruf dan jauh dari perbuatan mungkar. Orang-orang shalat akan memperoleh kerugian (celaka) jika enggan menolong orang lain dengan hartanya, menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya.

Begitu pun dengan ibadah puasa, yang menjadi "sekolah" pembelajaran bagi umat Islam untuk mengendalikan diri, meng-internalisasi dan membumikan keshalehan sosialnya. Tujuan puasa itu untuk memanusiakan manusia, baik secara personal, komunal atau pun bermasyarakat. Orang yang berpuasa sedang membentuk jati dirinya lebih manusiawi untuk menjadi bekal relasi dengan orang lain dan dalam masyarakat umum.

Ibadah zakat dan haji juga berdeminsi sosial yang tinggi. Zakat dan diferensiasinya seperti shadaqah, infaq, wakaf, wasiat, dll. menjadi perekat tanggungjawab sosial dalam mendistribusi harta kekayaannya kepada orang lain. Melalui zakat, terbangun hubungan humanis antara orang kaya dengan orang miskin, orang termajinal, dan orang kurang berkemampuan lainnya. Sementara ibadah haji mensaratkan nilai-nilai kemanusiaan, terutama persatuan, persaudaraan dan persamaan antar manusia, khususnyanya umat Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun