Mohon tunggu...
rahmad m.arsyad
rahmad m.arsyad Mohon Tunggu... -

rakyat biasa yang pernah sekolah di Universitas Hasanuddin Makassar dan saat ini masih melanjutkan studi di kampus yang sama untuk jenjang magister.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Nusantara: Hari Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut

13 Desember 2013   07:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:59 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur, saya tidak tahu sejak kapan setiap 13 Desember ditetapkan sebagai hari Nusantara. Penjelasan tentang Nusantara sedikit banyaknya juga baru saya temukan dari sebuah novel karya E.S.Ito yang berjudul Negara Kelima beberapa tahun lalu. Walau sejak kecil sudah terlalu sering saya mendengarkan kata Nusantara dalam berbagai pidato Presiden Soeharto.

Saat masih kuliah strata satu dulu, kata Nusantara juga sering beredar dalam kuliah Antropologi Maritim di Universitas Hasanuddin tempat saya kuliah. Mata kuliah tersebut katanya bagian dari implementasi Visi Unhas sebagai “Kampus Benua Maritim”. Sebuah visi yang menurut hemat saya sedikit membingungkan jika melihat realitasnya, karena menurut saya hal tersebut tidak lebih “sekedar jargon” karena ternyata Unhas lebih berorentasi sebagai kampus kedokteran.



Rasa penasaran tentang Nusantara muncul kembali di kepala saya ketika mendengar dari beberapa sahabat seputar perayaan hari Nusantara ke - 13 di Kota Palu yang kini sedang berlangsung. Saya akhirnya memilih membaca karya Adrian B.Lapian dengan judul Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut yang terselip diantara beberapa buku-buku lama yang pernah saya beli untuk dapat mengerti makna penting Nusantara.

Orang laut, Bajak Laut, Raja Laut

Dari buku Adrian B.Lapian saya menemukan banyak fakta menarik akan berbagai hal menyangkut sejarah maritim di Nusantara. Walau buku ini tidak berfokus pada potret sejarah nusantara secara luas, namun lebih memilih setting kepulauan Sulawesi, rasanya membaca buku yang merupakan disertasi dari Adrian sudah memberikan banyak penjelasan bagaimana kepingan keperkasaan bahari nusantara pada Abad XIX.

Buku Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut juga menguraikan bagaimana struktur aktor di kehidupan laut berlangsung. Antara Orang lautyang diklasifikasikan sebagai kelompok masyarakat yang hidup secara berpindah-pindah di atas perahu pada suatu kawasan perairan tertentu (sea nomads).

Tentang kehadiran para Raja laut sebagai pemegang otoritas kekuasaan atas laut dalam lingkup terbatas. Seorang raja laut memiliki otoritas untuk menggunakan kekerasan kepada siapa saja yang melanggar batas kekuasaanya. Serta kisah para bajak laut yang menggunakan laut untuk mendapatkan kepentingan dirinya sendiri yang sering merugikan para raja laut dan orang laut.

Setelah membaca buku tersebut tiba-tiba dua pertanyaan baru muncul dikepala saya, pertama, nusantara kita yang diceritakan oleh Adrian masihkah ada ? Sebagai generasi yang lahir di tempat dimana tempat hari nusantara berlangsung, rasa-rasanya saya lebih mengenal baik batas peta daratan dibandingkan alur kehidupan archipelago?

Mungkin banyak mereka yang segenerasi dengan saya yang mengetahui indonesia sebagai negara agraris dibandingkan sebuah negara kepulauan. Kami lebih paham bagaimana bertani dibandingkan melaut. Lebih mengerti banyak tentang cangkul dan bedeng sawah,dibandingkan jala, layar, dan ombak.

Sebagai seorang ayah, kurangnya pengetahuan saya akan kisah kejayaan laut nusantara juga membuat saya merenung. Karena dengan fasih bisa menceritakan kepada putra saya sejumlah dongeng tentang Dewi Sri sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran bagipetani.

Daripada mengenal siapakah yang dimaksud sebagai nenek moyangku seorang pelaut? Namanya siapa dan ceritanya seperti apa jujur saya tak punya satupun tokoh? rasa khwatir saya semakin bertambah jika berpikir kelak anak saya tidak mengerti bahwa garam berasal dari laut, bukan berasal dari darat serupa tumbuhan gandum yang bisa ditanam.

Kedua, masihkah raja laut itu ada? Bajak laut itu ada? Atau orang laut itu ada saat ini ? yang saya tahu, pernah ada seri si bolang di salah satu televisi swasta yang menceritakan kisah Suku Bajo sebagai orang-orang laut. Sementara, ketika mendengar bajak laut yang saya ingat hanya film Sinbad dan Prince Caribean?

Apakah Hari Nusantara hanya Pariwisata ?

Sebagai manusia-manusia darat ketika mendengar nusantara, laut, dan maritim yang saya ingat adalah pariwisata. Seperti juga agenda perayaan hari nusantara yang digelar di kota palu-donggala, sulawesi tengah pada hari ini yang bertajuk “setinggi lagit, sedalam samudra, potensi parawisata dan kreativitas nusantara yang tak terhingga”.

Pertanyaan saya, apakahperayaan hari Nusantara adalah sekedar event pariwisata? Ke mana kisah kejayaan lautan kita ? Apakah kita masih berjaya di laut sementara untuk garam negara ini masih impor jutaan ton dari negara seperti Australia, Selandia Baru, atau Jerman? Atau di manakah kisah raja laut Nusantara ketika dua Pulau kita, Ligitan dan Sipadan lepas?

Masihkah kita bisa menjadi orang-orang laut, ketika kisah tragis menimpa nelayan indonesia Eli Zailani yang meninggal di rumah tahanan Malaysia? Bagaimana kita bisa merayakan hari Nusantara, sementara satu persatu pulau-pulau indah atau bibir pantai negara ini di borong oleh pengusaha cottage asing?

Masihkah kita layak berteriakJalesveva Jayamahe? Sementara pesta hari Nusantara tidak lebih merupakan pesta pariwisata, tempat dimana kita akan menjadi sekedar karnaval tontonan yang kita sendiri tidak mengerti mengapa mereka datang menonton? Jangan-jangan kita tidak sedang merayakan hari nusantara ? Tapi merayakan pesta Ba*&*((..ut Nasional!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun