Mohon tunggu...
Nurbahjan
Nurbahjan Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru honor di ujung pertiwi (NTB) dan penikmat literasi

Bernama lengkap Nurbahjan, lahir pada tanggal 11 Juni 1987, di Bima Nusa Tenggara Barat. Sekarang aktif mengajar di MA Darussakinah Sape.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Sebuah Paradigma: Merdeka Belajar

3 Desember 2021   21:07 Diperbarui: 3 Desember 2021   21:29 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Oleh: Nurbahjan

Guru Madrasah Aliyah Darussakinah Sape, Bima_NTB

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.Sehingga melalui pendidikan, diharapkan pola piker dan tingkah laku peserta didik dapat berubah kea rah yang lebih baik.

Proses pendidikan di sekolah saat ini kenyataannya masih banyak yang mementingkan aspek kognitif ketimbang pada psikotomoriknya. Tak sedikir guru-guru di sekolah yang hanya mengajar sekedar menyelesaikan kewajiban. Bahkan yang kurang tepat adalah, keberhasilan peserta didik selalu ditentukan oleh nilai dan menyampingkan karakter-karakter yang terbentuk paska pembelajaran itu selesai di lakukan.

Uraian di atas jelas bertolak belakang dengan buku Daniel Goleman dengan judul Kecerdasan Ganda/multi Inteligences yang menjelaskan bahwa kecerdasan emosional dan sosial di dalam kehidupan dibutuhkan 80%, sedangkan kecerdasan intelektual hanya 20%. Sehingga bisa kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter dibutuhkan untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan beradab.

Oleh karena mempertimbangkan hal tersebut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Reublik Indonesia (Kemendibud RI) yang dicanangkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan RI, Nadiem Anwar Mkaraim mencetuskan sebuah program kebijakan baru yang dewasa ini kita kenal sebagai merdeka belajar.

Esensi kemerdekaan berpikir harus didahului oleh para guru sebelum mengajarkan pada siswa. Kompetensi guru pada taraf setinggi apa pun tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembalajaran yang terjadi

Melalui program merdeka belajar diharapkan dapat menciptakan kondisi belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.Pengajaran akan lebih banyak dilakukan di luar kelas atau yang disebut dengan istilah outing class. Pembelajaran ini akan lebih nyaman karena siswa dapat berdiskusi dengan gurunya, dan yang lebih penting adalah membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik, dan tidak hanya mengandalkan sistim peringkat (rangking) yang menurut beberapa hasil penelitain hanya akan meresahkan peserta didik. Peserta didik yang tidak berhasil memenuhi target menjadi tidak bersemangat dalam pembelajaran berikutnya. Padahal, setiap peserta didik memiliki kecerdasan dalam bidang masing-masing, contoh kecilnya adalah, anak yang menyukai bidang sains seperti matematika pasti memiliki kecederungan lebih terhadap mata pelajaran itu. Hal itu harus diperhatikan oleh guru, agar tak memaksa peserta didik untuk memiliki kecenderungan pada semua mata pelajaran.

            Berbicara peserta didik tentu kita akan sepakat bahwa mereka adalah manusia yang ingin terus mendapatkan jawaban dari setiap keingintahuannya. Kemajuan teknologi terkadang menjadikan insan pembelajar lebih mudah mengakses informasi sehingga mereka memiliki pengetahuan lebih dari pada gurunya.  Di sinilah seorang guru diharapkan mampu meciptakan suasana pembelajaran yang tak hanya menyenangkan tetapi juga bisa menciptakan komunikasi dua arah, di mana peserta didik menerima respon terhadap stimulus-stimulus yang disampaikan guru. Begitupun sebaliknya, guru memberikan respon terhadap stimulus yang dikemukakan oleh peserta didik. Sehingga diantara kedua belah pihak terjalin sebuah hubungan komunikasi yang akan berdampak pada maksimalnya hasil pembelajaran.

            Selain itu, kemerdekaan pembelajaran juga memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengkolaborasi informasi yang diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan yang diperoleh dari gurunya. Kita tidak lagi menemukan peserta didik yang melegitimasi diri sebagai objek dalam pembelajaran. Siswa dalam sistem merdeka belajar adalah pelaku yang memegang peranan penting dalam menyukseskan tujuan pendidikan sedangkan guru adalah fasilitator yang akan memastikan tujuan itu terpenuhi.

Guru yang masih berpikir tentang dirinya sebagai pusat informasi, selalu beranggapan bahwa akan lebih pintar dari pada siswanya. Setiap saat tidak berpikir bahwa metode dan konsep belajar harus dirubah sesuai perkembangan jaman. Jika hal ini terus dilakukan, jelas akan membuat peserta didik menjadi bosan, tidak bersemangat mengikuti proses pembelajaran, dan akhirnya cenderung pasif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun