Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Negeri Kita Rawan Jadi Obyek Kebodohan oleh Negara Lain?

11 November 2021   13:26 Diperbarui: 11 November 2021   15:32 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang bodoh. Sumber: 5cog.com

Lima besar "pemain" jasa tes PCR di tanah air telah sama-sama kita ketahui. Satu diantaranya adalah GSI Lab yang berada di bawah naungan PT.GSI.

Kini telah banyak muncul perusahaan-perusahaan baru meskipun di masa-masa akhir pandemi. Ibarat permainan sepak bola, mereka tetap berharap mendulang cuan di masa "injury time."

Setelah ini mungkin akan terungkap kesan bodoh kita atau pemerintah kita dalam membeli perangkat alat pelindung diri (APD) dan mungkin beberapa alat kesehatan (alkes) lainnya ketika kita sadar dan merasa mampu membuatnya meskipun mungkin sudah terlambat.

Seorang pengusaha di China bernama Li Xiting pada April 2020 saja memperoleh keuntungan sebesar 583 miliar dalam sehari (just only one day) dari perusahaan farmasinya penyedia alkes yakni Shenzhen Mindray Bio-Medical Electronics.

"Kami menerima pesanan peralatan medis kami dari sekitar 100 negara untuk melawan epidemi ini," ujar pihak Mindray seperti dikutip dari sumber ini.

Masih menurut sumber di atas, total kekayaan Li Xiting pada April 2020 mencapai US$ 13,5 miliar (Rp 209 triliun) atau rata-rata US$ 37,5 juta (Rp 582 miliar) tiap 24 jam selama setahun.

Li Xiting dan para Taipan penyedia alkes di seluruh dunia pasti tidak bermksud membodohi konsumen atau negara lain dan warganya. Akan tetapi kesan bodoh itu muncul karena kita tidak tahu bagaimana cara membuatnya, tidak tahu harganya.

Kesan bodoh bisa juga terjadi karena negara penerima dalam kondisi panik, harga berapapun dari produsen oke, "no problem". Ironisnya, kepanikan itu berlatar belakang "cuan," bagaimana bisa memperoleh keuntungan besar melalui mekanisme "cincai-cincai" dibalik kesan bodoh berbulu panik.

Dan pada akhirnya kita terperangah, ternyata betapa bodohnya kita akibat tidak tahu cara bagaimana bisa mengerti.

Ke depan pemerintah jangan mudah panik. Ahli-ahli kita sangat banyak. Dari awal mereka diarahkan agar mengerti. Salurkan mereka agar kreatif, inovatif dan kompetitif menghasilkan mega karya dan maha karya untuk publik yang berkualitas, dengan biaya dan harga jual yang kesannya tidak membodohi.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun